Sudah 184 Hari Ponorogo Menanti Hujan

Seperti di Jakarta, hujan sudah sampai di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

oleh Yanuar H diperbarui 09 Nov 2015, 09:43 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2015, 09:43 WIB
20151108-bmkg-yogyakarta-kantor
Kantor BMKG Yogyakarta. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Jakarta - Seperti di Jakarta, hujan sudah sampai di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tetes air dari langit telah mengguyur sejumlah kawasan di provinsi itu dalam beberapa hari terakhir ini.

Sementara masih ada daerah lain yang merasakan kekeringan. Ini sudah memasuki 5 bulan lebih.

"Ada yang sampai 5 bulan. Jadi tempat tertentu sampai 170 hari. Ada yang 184 hari tidak merasakan hujan, yaitu di Ponorogo, Bantul. Tapi tempat di Gunungkidul itu juga sampai ratusan yang belum kena air hujan," ujar Koordinator Operasional Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Joko Budiono kepada Liputan6.com, Senin (9/11/2015).

Menurut Joko, kondisi ini disebabkan oleh el nino atau gejala penyimpangan kondisi suhu permukaan laut. Dia mengatakan, saat ini belum memasuki musim hujan. Namun baru masa pencaroba atau masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

Karena itulah hujan belum turun merata di Bumi Yogyakarta. Namun ketika telah memasuki musim hujan yang diperkirakan pada Desember 2015 nanti, hujan baru turun secara merata tanpa mengenal waktu.

"Kalau sudah musim hujan itu hujannya sudah tidak mengenal waktu, bisa pagi, siang, sore, atau malam. Nanti musim hujan dirasakan pertama Sleman, Kulonprogo, Kota Jogja, lalu Bantul, dan terakhir Gunungkidul pada awal Desember. Merata ya Desember," ujar Joko.

Sementara itu, Staf Data dan Informasi BMKG DIY Etik Setyaningrum memaparkan, saat musim kemarau dan masa peralihan ini terlihat perbedaan cuaca di siang hari. Saat musim kemarau suhu cuaca siang hari di DIY bisa mencapai 37 derajat Celsius. Sementara saat musim pencaroba hanya sampai 35-36 derajat Celsius.

"Bulan Oktober paling panas 37 derajat itu tanggal 17 Oktober kemarin. Kalau November masih di bawah 36. Jadi panasnya ini karena awan-awan konvektif, yang istilahnya mulai banyak awannya," tutur Etik.

"Ya kalau dulu itu (musim kemarau) kan nggak ada awan, jadi teriknya benar-benar clear, nggak ada awan. Kalau sekarang itu panasnya karena mau hujan," pungkas Etik. (Ndy/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya