Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR masih enggan mengadakan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test 8 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) yang diserahkan Presiden Joko Widodo 14 September lalu.
Meskipun, seluruh dokumen hasil seleksi Capim KPK, baik catatan tentang hasil wawancara Capim KPK, psikotes, medical check up serta personal tracingnya yang sebelumnya dipermasalahkan oleh seluruh anggota Komisi III, sudah diserahkan oleh Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK melalui rapat dengar pendapat (RDP) kemarin.
"Memangnya tidak boleh, ada larangan (tunda fit and proper test Capim KPK)? Makanya jangan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) saja. Pantau dong (Capim KPK)," kata Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 23 November 2015.
Â
Â
Menurut Aziz, pihaknya baru akan memutuskan apakah fit and proper test 8 Capim KPK ini dilanjutkan yang disertai penjadwalannya atau tidak, pada rapat pleno Komisi III DPR yang rencananya digelar antara 24-25 November 2015 mendatang.
Sebab, lanjut dia, masih ada perbedaan pandangan terkait hasil seleksi Capim KPK ini antara Pansel Capim KPK dengan Komisi III DPR serta profesor hukum yang juga pembuat naskah akademik Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di mana, Komisi III telah mengundang para pembuat naskah UU KPK tersebut diantaranya yakni Prof Romli ‎Atmasasmita dan Prof Andi Hamzah.
"Tadi kita mengundang Prof Romli sama Prof Andi Hamzah. Masukan-masukan itu sebagai silang pandangan yaitu satu berkenaan dengan hal-hal hasil dari Pansel yang secara komprehensif belum bisa kita terima secara bulat dalam pleno. Makanya kita mengundang para narasumber," ungkap dia.
Politisi Partai Golkar ini menuturkan, para profesor hukum menyatakan bahwa unsur kejaksaan itu diperlukan. Sebab, kepolisian dalam menyidik harus diterapkan oleh jaksa yang bisa melakukan penyidikan, penuntutan bahkan ke pengadilan.
"Sehingga dominasi unsur jaksa dalam pasal 39 UU Nomor 30 Tahun 2002 yaitu unsur pemerintah dan masyarakat penerjemahan adalah unsur pemerintah adalah kepolisian yang diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2002 dan ada kejaksaan yang diatur dalam UU Nomor 16 tahun 2004. Di dalam itu, posisi kejaksaan sebagai penuntut umum sangat diperlukan," papar dia.
Selain itu, Aziz mengatakan, para profesor hukum ini juga mempermasalahkan pasal 29 ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang mengatur syarat pimpinan KPK adalah harus ijasah sarjana dan pengalaman dibidang hukum sekurang-kurangnya selama 15 tahun.
"Dari perbedaan penafasiran UU ini akan kita bicarakan. Apakah akan kita lanjutkan untuk fit and proper atau kita kembalikan ke pemerintah lalu menunjuk Pansel kembali, karena kinerja Pansel kemarin itu terdapat beberapa hal yang menurut pandangan Komisi III tidak sesuai dengan mekanisme yang dipersyaratkan," kata Aziz.
Selain itu, Aziz berpandangan, tidak ada masalah apabila pihaknya menunda fit and proper test Capim KPK ini. Meskipun, pada 16 Desember mendatang masa jabatan pimpinan KPK saat ini berakhir. ‎
Advertisement
"Pimpinan KPK tidak akan kosong karena dalam Perppu, Plt Pimpinan KPK itu baru berakhir sejak dilantiknya pimpinan KPK yang baru. Jadi tidak akan terjadi kekosongan pimpinan KPK," ucap dia.
Meski demikian, Aziz menilai, pandangan-pandangan tersebut belum final yang nantinya akan diserahkan dan ditentukan oleh masing-masing fraksi di Komisi III DPR dalam rapat pleno komisinya yang direncanakan akan digelar pada Rabu 25 November malam.
"Pandangan narasumber seperti itu, tapi nanti kita akan plenokan di Komisi III DPR pada 25 (November) malam," tandas Aziz Syamsuddin. (Ron/Dan)