Cara Guru Berpestasi di Yogya Angkat Prestasi Siswanya

Bagi dia, tak ada anak-anak yang bodoh.

oleh Yanuar H diperbarui 25 Nov 2015, 21:08 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2015, 21:08 WIB
Perkenalkan, Etyk Sang Guru Berprestasi 2015
Perempuan yang berkarir sebagai guru sejak 2005 lalu juga tercatat sebagai kepala sekolah termuda di Indonesia tingkat madrasah tsanawiyah.

Liputan6.com, Jakarta - Guru berprestasi asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Etyk Nurhayati telah 10 tahun mengajar. Selama mengajar, ia menyebut tidak pernah menganggap ada anak muridnya yang bodoh.

Bagin dia, guru yang menentukan anak didiknya berhasil dalam pembelajaran. Jika metode pembelajaran dapat mudah diserap, siswa akan mudah memahami pelajaran. Untuk itu ia mengajak para guru meningkatkan kemampuan mengajar dan memahami karakter anak didik.

"Saya tidak pernah menganggap anak-anak saya itu ada yang bodoh atau apa. Kreativitas guru sangat menentukan keberhasilan anak. Tidak ada siswa yang bodoh yang ada adalah siswa yang tidak punya kesempatan diajar oleh guru yang kreatif dengan metode yang tepat. Kalau saya begitu," ujar dia di MTsN Piyungan, Yogyakarta, Rabu (25/11/2015).

Etyk menambahkan setiap anak didik memiliki kemampuan berbeda, sehingga pendekatan keilmuan juga harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa. Namun begitu, penyampaian yang tepat serta rileks dianggapnya sebagai model pembelajaran yang mudah diserap siswa dalam menerima pelajaran.

"Kalau kita bisa gunakan pada siswa dengan kemampuan rendah, namun dengan metode yang tepat bisa tinggi nilainya," ujar guru lulusan UIN Sunan Kalijaga ini.

Etyk menuturkan cara pembelajaran menyenangkan itu dialaminya kala duduk di bangku SMA. Saat itu ia menganggap bahasa Inggris adalah pelajaran yang sulit. Sebab, gurunya saat itu menerangkan dengan cara yang kurang pas.

Namun setelah kelas 2 SMA ia pun mendapatkan guru yang mengajarkan dengan cara ceria dan menyenangkan. Hasilnya ilmu pelajaran bahasa Inggris itu dapat mudah diserapnya.

"Ketika saya SMA saya susah sekali dengan bahasa Inggris. Lalu kelas 2 saya diajar bahasa Inggris dapat guru yang menyenangkan maka saya bisa paham sekali. Bisa dapat nilai 9," kenang dia.

Maka jika nanti jadi guru, lanjut dia, harus terlebih dulu ada anak-anak yang menyenanginya. Jika mengajar dengan hati maka yang murid akan menerimanya dengan hati pula.

"Karena yang bicara itu lidah maka jangankan hati, telinga pun tidak mau mendengar," tukas ibu 3 anak ini. (Ali/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya