Liputan6.com, Jakarta - Kasim Arifin, adalah salah satu dari sekian banyak pahlawan transmigrasi yang berhasil menciptakan kesejahteraan masyarakat desa. Puluhan tahun lalu, di sebuah desa kecil kawasan Seram, ia mampu mengubah kawasan tandus menjadi ratusan hektar kawasan pertanian yang subur dan hijau.
15 Tahun lamanya ia meninggalkan Langsa, Aceh, dan mengabdi sebagai masyarakat transmigrasi di desa itu. Berkat transmigrasi, desa ini tak lagi menjadi desa miskin yang tertinggal.
Kisah Kasim Arifin, sang pahlawan transmigrasi disyairkan sastrawan Taufik Ismail, pada peluncuran buku Transmigrasi Menggapai Cita, karya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar.
Advertisement
"Dalam pengabdiannya, Kasim Arifin mengajarkan masyarakat desa untuk bercocok tanam. Dia mengajarkan bagaimana mengatur irigasi, sehingga desa tidak lagi menjadi kawasan tandus dan kering," ungkap Taufik dalam acara peluncuran buku transmigrasi menggapai cita di Kantor Kemendes PDTT, Kalibata Jakarta Selatan, Selasa 19 Januari 2016.
Taufik mengungkapkan, program transmigrasi yang secara pribadi dijalankan Kasim Arifin, telah mampu mengubah desa menjadi lebih baik. Perekonomian masyarakat menjadi stabil dan anak-anak di desa terhindar dari krisis pendidikan.
"Untuk pertama kalinya masyarakat desa di sana masuk perguruan tinggi. Dan untuk pertama kalinya, warga desa di sana naik haji," tutur Taufik.
Baca Juga
Buku Transmigrasi Menggapai Cita  karya Menteri Marwan adalah kisah yang menunjukkan semangat dan kegigihan program transmigrasi dalam memajukan daerah.
Pejuang Transmigrasi
Dalam sambutannya, Menteri Marwan menjelaskan, buku tersebut penting dalam rangka mengukuhkan kiprah transmigrasi untuk mempercepat pembangunan daerah sebagai wujud Cita ke-3 dari Nawacita, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran.
"Transmigrasi Menggapai Cita merupakan keinginan bersama akan semakin menggelorakan semangat dan perjuangan kita untuk lebih menggairahkan kembali program transmigrasi di bumi Indonesia yang kita cintai, yang akhir-akhir ini mengalami pasang surut cukup siginifikan," ujar Marwan.
Marwan menyatakan, pihaknya berkomitmen mensukseskan transmigrasi. Terutama di kawasan perbatasan dan pinggiran.
"Kita juga punya berbagai macam program, kurang lebih ada 114 kota terpadu mandiri yang telah dicanangkan. Dan sampai sekarang pun masih terus kita canangkan kota terpadu mandiri. Kemudian juga membangun lahan transmigrasi di perbatasan daerah pinggiran dan itu menjadi tekad kita semua dalam rangka mensukseskan transmigrasi," urai Marwan.
Ia juga sangat mengapresiasi para pejuang-pejuang transmigran, yang telah mampu mengubah desa terpencil menjadi desa berkembang. Para pejuang transmigran ini menurut dia, adalah sosok berharga yang telah sukses membuka lahan-lahan tandus menjadi lahan-lahan yang sangat berharga untuk desa.
"Kita tentu punya Kasim-Kasim Arifin yang lain, yang telah berjasa melanjutkan membangun negeri kita. Ke depan kita akan mencetak Kasyim Arifin baru dan mempunyai banyak pejuang transmigran yang telah sukses. Kita akan membangun lahan di luar jawa. Kita akan bangkit, transmigrasi tak pernah mati," imbuh Marwan Jafar.
Transmigrasi untuk Bangun Negara
Sementara itu, Akademisi Universitas Lampung, Muhajir Utomo mengakui, program transmigrasi adalah momentum tepat untuk membangun negara melalui daerah pinggiran. Menurutnya, cita-cita negara dapat terlahir dari program transmigrasi.
"Pasang surut transmigrasi mulai dari era kolonisasi Tahun 1995, bahwa tujuan transmigrasi saat itu adalah bagian dari realisasi pembangunan daerah," jelas Muhajir.
Menurut Muhajir, bertumpuknya masyarakat di pulau Jawa hanya bisa diatasi melalui program transmigrasi. Menurut dia, transmigrasi juga merupakan bagian dari penggerak pedesaan yang akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.
"Di desa itu infrastruktur lemah, petaninya juga sudah tua-tua. Karena sangat jarang anak muda yang mau menetap di desa. Desa harus maju, sehingga anak-anak muda tidak keluar dari desa," ujar Muhajir.
Dalam kesempatan itu, Muhajir menyarankan agar program transmigrasi fokus pada 3 objek, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Menurut dia, komoditi yang dipilih dalam mengembangkan desa harus memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan kompetitif.
"Ada juga transmigrasi di wilayah pesisir, untuk menjadi nelayan misalnya. Kemudian, sudah saatnya juga menteri merangkul perguruan tinggi dan pendukung lainnya. Karena, tantangan kita smkin pelik," pungkas Muhajir.