Saksi KPK: Proyek Penunjukan Langsung Harus Utamakan Asas Darurat

Contoh penunjukan langsung pengadaan barang di PT PLN saat ada travo yang terbakar.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 21 Jan 2016, 18:44 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2016, 18:44 WIB
20160106-RJ Lino Tertunduk Lesu Usai Digarap Bareskrim-Jakarta
Mantan Direktur PT Pelindo, RJ Lino berjalan keluar Bareskrim Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan, Jakarta, Rabu (6/1/2016). Lino diperiksa sebagai saksi pada kasus dugaan korupsi pengadaan 10 unit mobile crane di Pelindo II (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Saksi ahli yang ditunjuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiabudi ‎Arijanto memaparkan tentang metode penunjukan langsung proyek pengadaan barang di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan penunjukan langsung.

"Metode penunjukan langsung hampir sama di Perpres (Peraturan Presiden) dan Permen (Peraturan Menteri) BUMN. Hanya mendefinisikan, terutama untuk penanganan darurat," ujar Setiabudi saat memberikan keterangan dalam sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino terkait penetapan tersangka oleh KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/1/2016).

Setiabudi mencontohkan, penunjukan langsung pengadaan barang di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero. Saat itu ada travo terbakar dan harus segera dibenahi. Sementara pengadaan itu belum direncanakan sebelumnya.

"Itu (pembiayaannya) boleh utang dulu, nanti bayar belakangan. Karena biasanya kalau di BUMN ditunda, malah rugi. Tapi kalau sudah direncanakan pemenuhannya masih impor dulu, itu bukan darurat," kata dia.

Tim biro hukum KPK kemudian menanyakan, bagaimana jika pengadaan barang dan jasa sebelumnya telah direncanakan. Pengadaan tersebut juga pernah dilelang. Apakah prosedur darurat masih berlaku?

Direktur Kebijakan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) itu menjawab, pengadaan tersebut tidak menunjukkan kondisi darurat.

"Misalnya awalnya tidak darurat, terus jadi tergesa-gesa, ternyata untuk impor butuh 5 bulan, itu bukan darurat karena masyarakat nggak akan mati," jelas Setiabudi.

Mobil Crane yang diberi garis polisi di PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Jakarta, (6/1). Direktorat Tipideksus Bareskrim Polri menyita dan mengamankan 10 unit Crane pada beberapa bulan yang lalu di pelabuhan tersebut. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Sebab menurut Setiabudi, selisih waktu antara pengadaan barang dan jasa melalui proses lelang dengan proses tunjuk langsung seharusnya tidak terlalu lama. Apalagi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II itu diketahui sudah beberapa kali melalui proses lelang, namun gagal. Sehingga rentang waktu yang lama itu tidak menunjukkan kondisi darurat.

Sehingga jika tidak dalam kondisi darurat, kata Setiabudi, seharusnya proses pengadaan barang dan jasa tetap dilakukan melalui proses lelang.

"Karena lelang dan tunjuk langsung beda waktunya nggak signifikan, paling lama 2 minggu. Bahkan lelang itu bisa hanya 3 hari kalender, penunjukan langsung juga. Jadi tidak signifikan (perbedaannya)," Setiabudi menandaskan.

RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II lantaran diduga menunjuk langsung perusahaan penggarap proyek yakni PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) tanpa lelang. Crane yang didatangkan perusahaan tersebut juga dinilai tak sesuai spesifikasi.

Atas perbuatannya, Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya