Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon angkat bicara tentang ditundanya rapat paripurna revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Fadli mengatakan, penundaan itu memperlihatkan bahwa pembahasan sebuah RUU itu harus melibatkan 2 pihak, pemerintah dan DPR.
"Kemarin saya kira sudah jelas bahwa kita bersepakat tidak akan membahas ini (revisi UU KPK) sampai waktu yang tidak ditentukan. Itu artinya pembahasan tentang revisi UU KPK tidak akan menjadi bahan untuk didiskusikan atau diagendakan dalam paripurna, logikanya begitu," ungkap Fadli di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Soal wacana revisi UU KPK dihapus dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2016, dia mengatakan itu hanyalah masalah teknis, karena Prolegnas menjadi kesepakatan antara DPR dengan pemerintah.
Advertisement
"Jadi ketika kita menetapkan prolegnas di long list atau short list, dalam arti Prolegnas prioritas, itu kesepakatan (DPR) dengan pemerintah. Jadi itu harus kemauan dari semua pihak. Kalau kita (Gerindra) tidak ada masalah, dihentikan atau dicabut," jelas Fadli.
Baca Juga
Bahkan, politikus Partai Gerindra ini mengatakan bahwa partainya dari awal sudah menolak revisi UU KPK.
"Kalau Gerindra berpendapat, tidak perlu lagi untuk saat ini kita bicara soal revisi UU KPK. Kita membutuhkan KPK yang independen, KPK yang kuat karena institusi lain yang kita harapkan bisa menegakkan hukum soal korupsi ini belum mampu melaksanakan tugas secara maksimal," papar Fadli.
Gerindra sendiri, sambung dia, tidak masalah kalau pembahasan revisi UU KPKÂ ini ditunda atau bahkan dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas. Namun, tentunya ini membutuhkan suatu proses yang merupakan mekanisme bersama.
"‎‎Kalau mau ada revisi UU KPK, harusnya datang dari pemerintah saja, jangan dari DPR. Jadi jangan seolah-olah DPR yang ngotot mau melakukan revisi, padahal pemerintah juga berkeinginan. Karena tidak mungkin masuk Prolegnas prioritas tanpa ada persetujuan dari pemerintah," pungkas Fadli.