Bogor Larang Gambar Vulgar Beredar di Taman Corat Coret

Taman Corat Coret yang terletak di Simpang Panduraya, Kecamatan Bogor Utara, dibangun dengan dana APBD senilai Rp 430 juta.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 15 Mar 2016, 17:05 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2016, 17:05 WIB
Manjakan Bomber Bogor, Bima Bangun Taman Corat Coret
Pemkot Bogor juga tidak segan-segan akan menangkap para bomber yang masih 'bergerak' di ruang publik dan jalanan.

Liputan6.com, Bogor - Pemkot Bogor melarang komunitas grafiti maupun mural di Bogor menuangkan pesannya dalam bentuk tulisan atau gambar secara vulgar di dinding Taman Corat Coret.

"Boleh saja menyalurkan pesan lewat gambar dengan model graffiti atau mural di taman itu, tapi tidak boleh vulgar atau menyeramkan," kata Kepala Bidang Pertamanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor Yadi Cahyadi, Selasa (15/3/2016).

Alasan pemkot membatasi Street Art atau seniman jalanan, kata dia, karena taman yang sengaja dibangun sebagai sarana atau ruang untuk menyalurkan pesan-pesan atau meminimalisir vandalisme itu merupakan ruang publik.

"Itu kan tempat umum, banyak anak-anak kecil juga. Jadi tidak pantas kalau ada gambar menyeramkan atau berbau porno meskipun menurut mereka ada nilai pesannya," terang Yadi.

Sejak diresmikannya Taman Corat Coret awal Januari 2016, para seniman tersebut menuangkan pesannya dalam bentuk tulisan atau gambar yang biasanya bertemakan sosial, politik maupun pendidikan.

Sebelumnya, mereka biasa menuangkan pesannya di beberapa sudut jalan raya di Bogor, sehingga mengotorkan dinding-dinding jalanan.

Hal ini yang mendorong Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto membangun Taman Corat Coret di Simpang Panduraya, Kecamatan Bogor Utara, senilai Rp 430 juta.

Saat peresmian, dihadapan awak media Bima menyatakan bahwa siapapun boleh mencorat coret di dinding taman tersebut tanpa ada batasan apapun.

"Bagi masyarakat, komunitas atau siapapun yang suka mencorat coret di fasilitas umum, silahkan bebas berekspresi disini," kata Bima.

Namun belakangan ini, aktifitas para seniman tidak sepandangan dengan pemerintah daerah dan warga sekitar taman karena beberapa hasil karya mereka dianggap tidak pantas dilihat khalayak.

"Kami membatasi mereka karena ada keluhan dari warga sekitar yang kemudian melaporkan ke walikota jika gambar tengkorak dan sket wanita berbau porno," ujar Yadi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya