Liputan6.com, Jakarta - Waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB. Tikar dan terpal digelar di sudut permukiman yang berada di seberang Museum Bahari, Penjaringan, Jakarta Utara. Sebanyak 50-an ibu duduk di sana sambil melafalkan doa-doa. Mereka berharap tempat tinggalnya yang berada di Pasar Ikan tidak jadi digusur.
Mereka juga meneriakkan aspirasinya. Mereka tidak akan bergerak dari tempat duduknya ketika aparat masih menggusur tempat tinggalnya. Mereka tengah pasang badan agar keinginannya itu terwujud.
Tidak sedikit dari mereka yang meneteskan air mata di detik-detik penghancuran permukiman di kawasan yang akan direlokasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi kawasan wisata terpadu.
Ya, Senin 11 April 2016, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggusur kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Ribuan aparat gabungan dikerahkan untuk menertibkan bangunan yang berada di RT 01, 02, 11, dan 12 yang masuk ke dalam wilayah RW 04.
Warga terus melawan, tolak direlokasi. Mereka terus berteriak menolak penggusuran.
Tiba-tiba, sirine berbunyi beriringan dengan puluhan polwan yang bergerak ke barisan para ibu dan mengamankannya. Polwan diturunkan untuk menarik ibu-ibu warga Penjaringan yang ikut berteriak menolak penggusuran.
Ratusan Satpol PP membentuk barisan menghadang warga yang terus bergerak maju. Polisi berseragam kaus Turn Back Crime pun menyusup di kerumunan warga yang berorasi dan menangkap beberapa pria yang dianggap sebagai provokator. TNI pun ikut diterjunkan.
Situasi mulai memanas dengan adanya aksi dorong-dorongan antara warga dan Satpol PP. Setelah tak ada lagi ibu-ibu, petugas kemudian memukul mundur warga. Bahkan, terjadi saling pukul antara warga dan petugas. Akibatnya, ada sejumlah warga yang jatuh ke selokan.
Setelah jalan terbuka, satu ekskavator mulai merangsek masuk. Sekitar pukul 08.30 WIB, lima eskavator meluluhlantakkan Pasar Ikan. Kini pasar yang sudah berdiri puluhan tahun itu rata dengan tanah.
Advertisement
Bergilir
Setelah Pasar Ikan rata dengan tanah, petugas berkonsentrasi ke Kampung Aquarium, Penjaringan, Jakarta Utara. Sama seperti di kampung tetangga, Pasar Ikan, warga terus bernegosiasi dengan petugas agar tak merobohkan rumah mereka.
Tak digubris, warga terus melawan. Mereka menolak digusur atau ditertibkan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Aquarium merupakan kawasan yang bersebelahan langsung dengan Pasar Ikan dan Luar Batang. Tiga kawasan ini rencananya disulap oleh Pemerintah Provinsi DKI menjadi lokasi wisata religi.
Saat petugas mulai berdatangan untuk menertibkan kawasan itu, warga memblokade jalan dengan meletakkan gerobak bubur ayam, gerobak sate, meja, kursi, dan lemari di jalan masuk Kampung Aquarium. Blokade tersebut dilakukan agar polisi dan Satpol PP yang akan menggusur wilayah itu tak bisa masuk.
Polisi berpakaian preman dan satpam terus berdialog dengan warga agar mau direlokasi. Puluhan warga yang memblokade jalan didominasi oleh ibu-ibu dan anak-anak.
Tak lama, warga melempar botol bekas air mineral, kayu, dan batu ke arah petugas. Kericuhan itu membuat ratusan petugas gabungan dengan tamengnya maju dan memukul mundur warga.
Kemudian, satu per satu ibu-ibu, lansia dan anak-anak pulang ke rumahnya. Mereka siap bertahan dalam rumah yang akan dirobohkan.
"Utara 5, back up dari Polwan, mayoritas di sini rambut panjang," terdengar suara dari handytalky milik salah satu personel polisi.
Sementara warga terus berteriak agar petugas tidak menghancurkan rumah mereka.
"Kami akan meninggalkan Kampung Aquarium, jika bapak dan ibu melangkahi mayat kami bersama," ujar Warga RT 12/04 Kampung Aquarium, Upi Yupita.
Kapolsek Penjaringan AKB Ruddy Setiawan terus membujuk warga agar segera meninggalkan lokasi itu dengan melontarkan berbagai lelucon.
"Tolong bapak dan ibu-ibu tunggu, pak camat-e lagi nguyuh (kencing), sing sabar to," ujar Ruddy.
Lumpur Hitam
Setelah rumah-rumah nelayan itu rata dengan tanah, hanya bau busuk menyengat yang tersisa. Baunya menyeruak di antara genangan lumpur hitam pekat.
Pantauan Liputan6.com, Senin (11/4/2016), tumpukan lumpur tersebut tak sedikit. Terlihat menghiasi di seberang Museum Bahari, tepat di depan Jalan Pasar Ikan Nomor 1.
Genangan tersebut diduga berasal dari Kali Pesar yang berada tepat di pintu air Pasar Ikan.
Setiap orang yang tengah berada di sana harus menutup rapat-rapat hidungnya untuk mencegah bau dari lumpur hitam itu merasuki indera penciuman mereka.
"Ini katanya buat aliran kali ke laut. Kan katanya selalu tersumbat, makanya dilakukan pengerukan," ujar seorang petugas Satpol PP yang berada di lokasi.
Banjir Rob
Total terdapat 396 KK di kawasan Pasar Ikan yang terdampak revitalisasi. Jumlah tersebut dibagi ke dalam 3 zona. Zona yang pertama yaitu mencakup wilayah RT 011 RW 04 yang didiami 136 KK. Zona 2 yaitu di RT 01, 012 RW 04 terdapat 202 KK, dan zona 3 yang mencakup RT 02 RW 04 dan RT 07 RW 01 dengan 58 KK.
Hasil pendataan, ada 596 bangunan rumah, 347 kios PD Pasar Ikan dan 69 kios yang berubah fungsi menjadi tempat tinggal.
Gubernur DKI Jakarta Ahok menyatakan penertiban bertujuan untuk mencegah banjir air laut atau rob masuk dan membanjiri kawasan tersebut. Oleh karena itu, Ahok bersikukuh menggusurnya.
"Kebetulan mau bangun sheet pile (dinding turap) nahan rob. Itu ada Waduk Pluit dan Pasar Ikan. Kalau rob pasang tinggi, air laut masuk sejajar. Sekarang kenapa Waduk Pluit aman, kalian lihat enggak saya tinggiin jalan?" tanya Ahok di Balai Kota DKI Jakarta pada 31 Maret 2016.
Tak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta berencana menjadikan wilayah Pasar Ikan itu menjadi kawasan wisata bahari yang dilengkapi dengan plaza. Kawasan itu nantinya akan saling terhubung dengan beberapa kawasan lain di sekitarnya, di antaranya Luar Batang.
Pasar Ikan yang dulunya dikenal dengan nama Vischmarkt dalam bahasa Belanda, kini akan tinggal cerita. Situs Jakarta.go.id melansir, pasar ini pertama kali dibangun 1631 di sebelah timur Sungai Ciliwung, atau di atas panggung dengan atap.
Pasar tersebut kemudian dipindah ke sebuah dermaga dan hingga sekarang ini. Namun, Pasar Ikan kini tak lagi menjual ikan sepenuhnya. Titik-titik di kawasan itu dipadati oleh warung kelontong.
Rusun Gratis
Pemprov DKI menyediakan rumah susun sewa atau rusunawa gratis selama tiga bulan, bagi warga yang terkena penertiban ini.
Namun, karena Ahok rajin menertibkan kawasan liar, rusunawa pun tak mampu lagi menampung korban penggusuran.
"Warga yang terkena gusur akan dipindahkan ke rusun yang telah disediakan," kata Penjaga Posko Tiga Pilar, yang menjabat Kasi Sarana dan Prasana Umum Serta Lingkungan Hidup Yulianto di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu 10 April 2016.
"Namun hanya tinggal rusun Rawa Bebek saja yang masih kosong, selebihnya sudah penuh," sambung dia.
Yulianto menjelaskan, berdasarkan data di Posko Tiga Pilar, hingga 9 April 2016 terdapat 184 kepala keluarga (KK) yang sudah menempati Rusun Marunda. Sedangkan Rusun Kapuk Muara 8 KK, Rusun Tipar Cakung 3 KK dan Rusun Tipar Cakung Barat 3 KK.
"Update yang kemarin udah ada 288 KK yang pindah ke rusun. Tadi udah ada 15 KK yang ke Rusun Rawa Bebek dan 12 KK yang sudah ngambil kunci. Untuk 3 KK lagi saya belum tahu, belum ada konfirmasi," kata Yulianto.
Menurut dia, Rusunawa Rawa Bebek menyediakan 250 unit hunian, sedangkan di Rusun Marunda hanya 100 unit. Berdasarkan data Posko Tiga Pilar, hingga 9 April 2016, jumlah korban yang digusur Ahok tercatat 4.929 jiwa atau 1.728 KK.
"Untuk Rusun Marunda sudah penuh, yang dari sini ada 88 KK, Rawa Bebek masih sisa 70 hunian, KK yang udah ke sana 184 KK, warga yang dipindahkan ke Rusun Kapuk Muara 8 KK, Tipar Cakung 3 KK dan Tipar Cakung Barat 5 KK," papar dia.
Namun, Yulianto menyayangkan ketidaktahuan masyarakat yang menganggap mereka semua bakal dipindahkan dan difasilitasi. Padahal, hanya mereka yang memiliki KTP DKI Jakarta dan memiliki bangunan saja yang akan dipindahkan.
"Ada juga yang nyalahin kita karena kapasitas rusun yang sedikit. Ya memang gitu aturannya, yang dikasih cuma yang memiliki bangunan, bukan yang ngontrak," tandas Yuli.
Panggung Simpati
Penggusuran hari ini, dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk menunjukkan simpatinya. Salah satunya Hasnaeni Moein.
Dia mengunjungi Kawasan Pasar Ikan, Kampung Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. Pada kunjungannya, perempuan yang menyebut dirinya Wanita Emas ini mengatakan penggusuran warga yang dilakukan Ahok tidak manusiawi.
"Mereka hanya meminta waktu dua bulan untuk penggusuran, namun tidak diberi waktu," ujar Hasnaeni di Pasar Ikan, Jakarta Utara.
Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, seharusnya Ahok mendatangi langsung warga di Kawasan Pasar Ikan ini sebelum membongkar rumah warga.
"Rakyat bayar pajak kok, bayangin 4.000 aparat melakukan proses penggusuran. Seharusnya Gubernur DKI Jakarta datang kemari," kata Hasnaeni.
Ada juga aktivis perempuan Ratna Sarumpaet. Ratna berusaha meminta penangguhan penggusuran untuk warga. Dia pun ikut menghalangi petugas yang akan menggusur permukiman yang berdiri di tanah negara tersebut.
Akibatnya, Ratna dan 16 orang lainnya ditangkap.
"Jam 07.00 WIB kita salat, habis itu Bu Ratna meminta penangguhan untuk warga kami," jelas Upi Yupita, Koordinator aksi massa warga Kampung Aquarium kepada Liputan6.com, Jakarta.
Awalnya hanya belasan orang berdiri di belakang Ratna. Lalu Upi dan warga lainnya pun turut keluar dari rumah. Mereka berdiri memasang badan menghadang aparat bersama Ratna Sarumpaet.
"Beliau (Ratna Sarumpaet) berjuang untuk tidak membongkar Kampung Aquarium yang ada di belakang. Lalu (warga) Pasar Ikan juga keluar. Kami keluar membawa rekan-rekan, kami salawat dan meminta diadakan dialog," terang Upi.
Advertisement