KPK Dalami Dugaan Suap Kejati DKI Lewat Direktur Money Changer

Direktur money changer dan anak buahnya diperiksa untuk tersangka Marudud Pakpahan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 18 Apr 2016, 13:42 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2016, 13:42 WIB
20160223-Gedung-KPK-HA
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6,com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap upaya penghentian perkara korupsi pada PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi (Kejati)‎ DKI Jakarta. KPK pun terus memeriksa sejumlah saksi.

Kali ini, ada 2 saksi yang diperiksa KPK. Mereka ‎adalah Yohanes B Haryanto selaku Diretur Tri Tunggal Money Changer, dan seorang karyawannya bernama Aini. Kedua saksi yang diperiksa untuk tersangka Marudud Pakpahan.

"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MRD (Marudud)‎," ucap Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriarti di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/4/2016).

KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka dugaan suap upaya penghentian penanganan perkara pada PT Brantas Abipraya (BA) di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Mereka adalah Sudi Wantoko selaku Direktur Keuangan PT BA dan Dandung Pamularno sebagai Senior Manager PT BA, serta seorang swasta bernama Marudud.‬

Ketiganya selaku pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 53 ayat (1) KUHP.

Penetapan tersangka ini dilakukan hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan tim Satgas KPK kepada ketiganya di sebuah hotel di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Dalam operasi itu, KPK juga menyita uang sebesar SGD 148.835 yang diduga merupakan 'pelicin' dari pihak PT BA untuk Kejati DKI Jakarta.

Uang itu diduga ditujukan untuk penghentian penanganan perkara korupsi penyelewengan anggaran terkait iklan atau pemasaran. Perkara yang diduga terjadi pada 2011 itu pun baru mulai ditangani Kejati DKI Jakarta di tahap penyelidikan sejak Maret 2016.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya