Sufmi Dasco DPR: Tebusan Dibayar, Kapal Indonesia Rawan Sandera

Dia berpendapat, satu-satunya opsi yang tersisa untuk pembebasan sandera adalah pemerintah bersikap tegas.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 22 Apr 2016, 09:59 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2016, 09:59 WIB
Kapal Tugboat Brahma 12
Kru Kapal Tugboat Brahma 12 yang disandera Abu Sayyaf

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyayangkan sikap pemerintah yang mengakomodasi pembayaran tebusan sandera oleh perusahaan tempat 10 warga negara Indonesia bekerja sebagai ABK. Perusahaan swasta pemilik kapal yang dirompak militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan itu setuju membayar uang tebusan.

"Pemerintah harus ingat bahwa mereka mengemban tugas konstitusional untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia di manapun mereka berada. Pemerintah harus menunjukkan pada dunia bahwa keselamatan WNI adalah prioritas utama yang tidak bisa diganggu gugat," ujar Dasco dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 21 April 2016.

Ia menilai, toleransi pembayaran tebusan akan menjadi preseden buruk di kemudian hari karena ada kesan negara Indonesia lepas tangan. Kemudian, warga negara Indonesia mudah untuk diculik dan diperas.

"Bukan tidak mungkin hal serupa bisa terulang karena gerombolan Abu Sayyaf merasa nyaman menculik warga negara Indonesia. Padahal hampir setiap hari kapal-kapal dagang Indonesia melintasi kawasan itu," ujar Dasco.

Dia berpendapat, satu-satunya opsi yang tersisa untuk pembebasan sandera adalah pemerintah bersikap tegas dan menyampaikan protes keras terhadap Filipina agar bisa terlibat dalam operasi militer terbatas pembebasan sandera.
 
"Dalam konteks hukum internasional tidak sepenuhnya benar bahwa pasukan asing tidak boleh beroperasi di Filipina, sebab lokasi penculikan dan penyekapan sandera memang secara de facto dikuasai oleh pemberontak Abu Sayyaf. Jadi militer kita akan hadir ke sana sebagai sekutu membantu pemerintah Filipina khusus menghadapi Abu Sayyaf yang memang  musuh negara Filipina," tandas Dasco.

Kelompok teroris Abu Sayyaf menculik dan menyandera 10 ABK WNI dari kapal tugboat Brahma 12 dan Anand 12 di perairan Filipina, pekan terakhir Maret lalu. Kelompok itu meminta uang tebusan.

Perusahaan swasta yang memiliki kapal di mana 10 ABK asal Indonesia yang kini tengah disandera militan Abu Sayyaf di Filipina bagian selatan, setuju membayar uang tebusan. Ransum bagi 10 WNI itu bernilai US$ 1,08 juta atau sekitar Rp 13,2 miliar. Keterangan itu disampaikan  Menko Polhukam Luhut Pandjaitan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya