Abu Sayyaf Sandera Lagi WNI, Keluarga Korban Makin Cemas

Sofitje mendesak pemerintah mengambil langkah konkret untuk membebaskan anaknya dan para sandera lainnya.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 18 Apr 2016, 10:15 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2016, 10:15 WIB
Ayah dan ibu kapten Kapal Brahma 12
Ayah dan ibu kapten Kapal Brahma 12 Peter Tonsen Barahama (Liputan6.com/ Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari tiga pekan, kelompok militan Abu Sayyaf menyandera 10 WNI ABK Brahma 12. Hingga kini belum ada kepastian bagaimana upaya pembebasan sandera. Informasi adanya WNI yang kembali disandera para perompak itu, kian membuat keluarga cemas.

Sofitje Salemburung, ibunda salah satu WNI yang disandera, Peter Tonsen Barahama semakin bersedih mendengar adanya WNI lain disandera Abu Sayyaf di kapal berbeda.

"Ini membuat saya menangis. Peter dan kawan-kawan belum diselamatkan, sekarang tambah lagi WNI yang disandera. Kami minta keseriusan pemerintah," ujar Sofitje Salemburung saat ditemui di rumahnya di Taman Sari, Mapanget, Manado, Senin (18/04/2016).

Dari berbagai pemberitaan yang ada, lanjut Sofitje, dia menilai masih ada tarik-menarik antara pemerintah RI dan Filipina tentang upaya pembebasan sandera. Ia mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk membebaskan anaknya dan sandera lain.

"Kami tidak paham secara jelas (proses pembebasan). Tapi ini sudah tiga minggu dalam situasi tidak pasti," kata Sofitje.


Selain menanyakan kepastian proses pembebasan kepada pihak berwenang, saat ini yang bisa dilakukannya hanya berdoa agar buah hatinya kembali dalam kondisi selamat. Pekan lalu, Sofitje sempat pulang ke kampung halaman mereka di Kabupaten Kepulauan Sangihe, bertemu para keluarga di sana.

"Mereka mengadakan ibadah. Menanyakan kabar Peter. Tapi saya tidak menjawab, karena memang belum ada kejelasan," ucap Sofitje didampingi suaminya, Charlos Barahama.  

Sementara itu Charlos menambahkan, hal yang membuat mereka kian cemas adalah tidak adanya komunikasi dengan pihak perusahaan. "Apalagi kami sudah berulangkali menghubungi pihak perusahaan kapal yang mempekerjakan Peter dan kawan-kawan. Namun saat dihubungi selalu dalam keadaan tidak aktif," tutur Charlos.

Charlos mempertanyakan, apakah mungkin pihak perusahaan berupaya menghindar dari keluarga yang terus menanyakan kepastian. "Atau kondisi jaringan yang gangguan, kami juga tidak tahu persis. Yang pasti situasi ini kian membuat kami cemas," ujar Charlos.

Peter dan kawan-kawannya disandera kelompok Abu Sayyaf pada 26 Maret 2016. Informasi tentang musibah itu diterima Charlos dan Sofitje pada 27 Maret. Sejak itu keduanya bersama sanak saudara dilanda kecemasan, menanti kepastian kondisi anak mereka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya