Cerita Kakek 71 Tahun Buru Ijazah demi Bergelut dengan Sampah

Sudin Pendidikan Wilayah I ‎Kota Administrasi Jakarta Pusat menggelar Ujian Nasional (UN) Paket A di SDN 01 Bendungan Hilir.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 18 Mei 2016, 23:43 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2016, 23:43 WIB
Nafiysul Qadar/Liputan6.com
Torikin (kanan) saat mengikuti ujian paket A di SDN 01 Benhil (Nafiysul Qadar/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Suku Dinas Pendidikan Wilayah I ‎Kota Administrasi Jakarta Pusat menggelar Ujian Nasional (UN) Paket A di SDN 01 Bendungan Hilir (Benhil), Tanah Abang. UN setara Sekolah Dasar ini diikuti 275 peserta dari berbagai usia dan latar belakang.

Dari ratusan peserta tersebut, semangat Torikin patut mendapat acungan jempol. Kakek 71 tahun ini tetap semangat berjuang bersama ratusan peserta lainnya untuk mendapatkan ijazah SD. Usia senja tak menyurutkan semangatnya menimba ilmu. 

Selain untuk menambah pengetahuan keilmuan, Torikin juga berniat memperoleh ijazah untuk mempertahankan profesinya sebagai pekerja di Unit Pengelola Kebersihan (UPK) Badan Air DKI Jakarta. Selama ini, kakek kelahiran 15 Maret 1945 ini bergelut membersihkan sampah di sungai-sungai.

"‎Tuntutan pekerjaan, Nak. Tahun ini kan aturannya semua yang bekerja di bawah Pemprov DKI harus punya ijazah, sekalipun PHL (pekerja harian lepas)," ujar Torikin saat berbincang dengan Liputan6.com, Benhil, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (18/5/2016).

Untuk saat ini, kata Torikin, syarat yang diminta adalah minimal memiliki ijazah SD‎. Dirinya belum mengetahui apakah setelah memiliki ijazah SD akan dituntut untuk mengikuti ujian Paket B atau setara SMP.

‎"Kalau itu belum tahu. Yang penting sekarang berusaha dulu dapat ijazah SD. Soalnya kalau nggak gitu, tahun depan nggak diperpanjang (kontrak kerja)," tutur kakek lima cucu ini.


Ujian paket A di SDN 01 Bendungan Hilir (Nafiysul Qadar/Liputan6.com)

Pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah ini mengaku tak mendapatkan kesempatan belajar ‎di sekolah formal saat masih kecil karena kondisi keamanan. Meskipun Indonesia sudah merdeka, namun kondisi di sejumlah daerah saat itu masih belum sepenuhnya aman dari para penjajah.

"Dulu saya putus sekolah, karena kondisinya nggak aman. Anak-anak takut keluar rumah karena masih banyak tentara Belanda," ucap Torikin mengisahkan.

Dia juga mengalami sejumlah peristiwa genting, seperti pemberontakan pada 1965. Selain itu kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat Torikin lebih memilih bekerja ketimbang belajar di sekolah.


Kini di usianya yang senja, Torikin tetap semangat bekerja membersihkan sampah di sungai-sungai di bawah UPK Tanjung Priok. ‎Meski berusia jauh di atas teman-temannya sesama pekerja, namun semangat Torikin tak bisa diremehkan.

"Saya pernah ikut apel, Pak Kadis (Kebersihan ‎DKI) bilang, 'ini contoh Pak Torikin, biar berusia paling tua semangatnya luar biasa'," tutur Torikin menirukan.

Torikin yang tinggal di kawasan Sungai Tirem, Tanjung Priok, Jakarta Utara ini bahkan mengendarai sepeda motornya sendiri ke SDN 01 Benhil, Jakarta Pusat. Rekannya yang masih berusia 41 tahun malah dibonceng Torikin.

"Alhamdulillah saya masih diberi kesehatan, masih kuat. Ini saya yang nyetir karena teman saya nggak tahu jalan. Kalau saya kan dulunya sopir, masak nggak tahu jalan," seloroh dia.

Tidak Sendiri


Torikin tak sendiri mengikuti UN Paket A di SDN 01 Benhil, Jakarta Pusat. Setidaknya ada sekitar 30 pekerja UPK Badan Air ‎DKI yang bersama-sama memburu ijazah SD di sekolah itu. Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) DKI juga tak kalah banyak.

‎"Kita dari UPK Tanjung Priok di sini (SDN 01 Benhil) saja ada sekitar 30 lebih. Belum lagi yang ikut di tempat-tempat lain, banyaklah pokoknya," ucap Hasan (56) peserta UN Paket A lainnya.

Dia mengaku terpaksa mengikuti UN Paket A lantaran ijazah sekolahnya habis terbakar. Pria tambun ini tak mau susah-susah mengurus ijazahnya yang hilang. Terlebih, sekolahnya kini sudah berubah jadi mal.

"Saya dulu punya ijazah SD, SMP. Tapi habis terbakar sekitar tahun 70-an. Sekolahnya juga sekarang sudah nggak ada, udah jadi mal di Mangga Dua," kata Hasan.

Cerita berbeda datang dari Zainuddin (41), dia tak sempat mengenyam pendidikan formal lantaran kondisi ekonomi keluarga. Pria kelahiran Indramayu itu semasa kecil ikut berpindah-pindah tempat bersama orangtuanya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak.

"‎Dulu saya nggak sempat sekolah. Pas masih kecil diajak pindah ke Lampung, habis itu pulang lagi, pindah lagi, sampai akhirnya merantau ke Jakarta," ucap dia.

Zainudin kini bersyukur mendapat pekerjaan sebagai pekerja UPK Badan Air DKI dengan UMR. Dirinya siap berjuang mempertahankan pekerjaannya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Dia ingin anak-anaknya giat belajar agar tak seperti dirinya.

"Disyukuri saja, alhamdulillah semua kecukupan," ujar Zainuddin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya