Liputan6.com, Cilacap - Terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman menjalani sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cilacap. Freddy tiba dengan pengawalan ketat polisi bersenjata laras panjang. Dia mengenakan baju gamis putih dengan peci hitam.
Di persidangan dia berharap Mahkamah Agung menerima memori PK dan menganulir hukuman mati yang dijatuhkan untuknya. Alasannya, dia masih ingin bertemu dengan keluarga yang telah lama ditinggalkan.
"Saya masih ingin melihat istri dan empat anak saya," ujar Freddy di PN Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (25/5/2016).
Selain itu, Freddy juga mengaku sudah tobat dan tak akan mengulangi perbuatannya lagi. Dalam surat yang ditulis pada 2 April 2016 itu, Freddy mengaku tobatnya merupakan tobat nasuha atau tobat dengan janji tidak akan mengulangi perbuatan.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim ketua Catur Prasetyo dan jaksa penuntut umum Anton Suhartono itu, Freddy juga meminta maaf kepada negara dan masyarakat Indonesia.
Ia mengaku benar bertobat dan akan berhenti menjadi pengedar dan produsen narkoba. Selain itu, ia mengaku menyadari dan menyesali segala perbuatannya.
"Dengan menyerahkan sepenuhnya hidup mati saya kepada Allah SWT. Saya akan berjuang keras serta berusaha maksimal untuk hidup benar-benar menjadi manusia baru, meninggalkan segala perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT," kata Freddy.
Dia menegaskan siap menerima konsekuensi eksekusi mati jika di sisa hukuman masih menjalani bisnis narkoba.
Advertisement
"Saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia, semoga permohonan saya dikabulkan oleh negara dan majelis hakim agung," kata Fredy.
Advertisement
Vonis Terlalu Berat
Saat membacakan memori PK, penasihat hukum Freddy Budiman, Untung Sunaryo, mengatakan kliennya memiliki peran yang sama dengan sejumlah saksi yang dalam sidang tingkat pertama di PN Jakarta Barat, antara lain Candra Halim, Abdul Syukur, dan Supriyadi.
Akan tetapi, vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada Freddy berbeda jauh dengan vonis untuk para saksi tersebut. "Misalnya, Supriyadi divonis tujuh tahun penjara, sedangkan klien kami divonis mati," kata dia.
Karena itu, ia mengharapkan majelis hakim meninjau kembali vonis mati yang dijatuhkan PN Jakarta Barat kepada kliennya.
Sidang akan kembali digelar pada 1 Juni mendatang dengan agenda pembacaan tanggapan penasihat hukum dan JPU serta penandatanganan berita acara pemeriksaan.
Eksekusi mati disebut-sebut tertunda karena Freddy mengajukan PK. Jaksa Agung sendiri memastikan bahwa Freddy merupakan salah satu terpidana yang akan dieksekusi mati.