Liputan6.com, Yogyakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nasir turut menyoroti kasus penahanan 177 calon haji Indonesia di Filipina. Menurut dia, ada dua hal yang harus diperhatikan Kementerian Agama terkait kasus ini.
Yang pertama, konteks sistem penyelenggaraan haji yang tidak jelas. Haedar mengaku heran kenapa orang harus pergi haji dengan visa negara lain. Sementara dulu jemaah haji memiliki kepastian berangkat.
Baca Juga
"Sekarang sampai 12 tahun 10 tahun dan sebagainya. Bisa nggak Kementerian Agama memotong mata rantai. Agar orang tidak terlalu lama inden. Karena akar masalahnya di sini. Mereka pergi keluar karena ketidakpastian bahkan untuk inden sekalipun," ujar Haedar di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat 26 Agustus 2016.
Advertisement
Haedar mengatakan, masalah yang harus diselesaikan selanjutnya Kemenag adalah nasib dari jemaah haji tersebut. Para jemaah haji harus mendapat kejelasan dan keamanan dari pemerintah. Para tamu Allah ini seharusnya mendapat pelayanan maksimal saat mendapat masalah di luar negaranya.
"Kedua, sudah terjadi bagaimanapun mereka warga bangsa kita harus diproteksi. Harus ada dari Kementerian Agama berkoordinasi dengan Kemenlu agar mereka tertangani dan pulang ke Tanah Air. Bila perlu mereka prioritas karena sudah mengalami hal seperti itu," ujar dia.
177 warga negara Indonesia (WNI) yang hendak berangkat haji melalui Filipina ditahan petugas setempat. Para jemaah ini membayar 6.000 hingga 10.000 dolar Amerika Serikat (AS), untuk berangkat haji dengan menggunakan kuota jemaah haji Filipina. Mereka berniat naik haji menggunakan paspor Filipina dengan memanfaatkan kuota haji di negara Filipina karena keterbatasan kuota di Indonesia. Mereka dicegah sebelum mereka naik ke pesawat, Jumat 19 Agustus 2016.