Liputan6.com, Jakarta - Dua ahli dari Universitas Indonesia (UI) bersaksi dalam sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 1 September 2016. Kedua ahli itu, yaitu Guru Besar Fakultas Psikologi UI Sarlito Wirawan dan kriminolog Ronny Nitibaskara.
Keduanya sedianya akan memberikan kesaksian pada persidangan Rabu, 31 Agustus 2016. Karena berhalangan, Hakim Ketua Kisworo memutuskan sidang ditunda hingga Kamis pukul 09.00 WIB.
Ronny menjadi saksi pertama yang dihadirkan jaksa. Ia menyampaikan bahwa antara Jessica dan Mirna tidak saling suka. Pendapat itu disampaikannya berdasarkan rekaman CCTV di Kafe Olivier saat Jessica, Mirna dan Hani Juwita Boon bertemu pada 6 Januari 2016.
Advertisement
Saat bertemu Jessica, Mirna hanya memeluk dengan satu tangan. Berbeda dengan Hanie yang justru berlari kecil dan memeluk Jessica dengan erat.
"Ketika seseorang enggak nyaman, normalnya dia akan menjauhkan diri dan menjaga jarak," ujar Ronny.
Mendengar pernyataan ini, penasihat hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan, langsung menyatakan keberatannya. Otto mempertanyakan parameter apa yang digunakan Ronny untuk bisa sampai pada kesimpulan tersebut.
"Dilihat dari apa Anda bisa menyimpulkan bahwa Mirna tidak suka kepada Jessica?" tanya Otto kepada Ronny.
"Dari rangkaian peristiwa yang dikaji dari gestur dan fisiognomi (raut wajah)," jawab Ronny.
Otto pun langsung mengklarifikasi. Pasalnya, ahli psikiater klinis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Natalia Widiasih Rahardjanti yang hadir dalam persidangan sebelumnya menyatakan tidak menemukan adanya permasalahan hubungan antara Jessica dan Mirna.
"Tapi dokter psikiatri RSCM, dokter Natalia sebelumnya menyatakan dalam persidangan tidak ada permasalahan hubungan antara Mirna dan Jessica, itu bagaimana kok tidak sama dengan pernyataan Anda?" begitu Otto menanyakan.
Ronny dengan santai menyampaikan, "Ya jawabannya gampang saja. Karena Bu Natalia tidak mengetahui gesture. Bukan underestimate tapi memang dia tidak ahli di sini (fisiognomi)."
Lantas, Otto pun mempertanyakan parameter Ronny menilai Jessica tidak suka dengan Mirna.
"Dilihat juga dari rangkaian peristiwa, ada hubungan kausalitas. Orang ini (Jessica) sakit hati, ditinggalkan kerabatnya kan berarti tidak suka, makanya membalas dendam," tutur Ronny.
Kembali tak sepaham, Otto pun mengkritisi jawaban Ronny, bagaimana mungkin orang yang saling benci bisa berjanjian untuk bertemu di suatu tempat.
"Itu basa-basi saja lah, saya pernah benci sama orang tapi tetap undang dia makan ke rumah," jawab Ronny yang sontak meramaikan suasana persidangan dengan tawa.
Tak berhenti di situ, Ronny kembali menguliti watak Jessica dengan pendekatan fisiognami alias ilmu membaca karakter wajah. Berdasarkan analisisnya, Ronny menyebut Jessica sebagai pribadi yang tidak percaya diri. Karena itu, Jessica meningkatkan PDnya melalui ilmu pengetahuan.
Berdasarkan jarak antara mata dan alis Jessica, Ronny membaca perempuan yang kini berkewarganegaraan Australia itu sebagai orang yang selektif dalam memilih keputusan maupun teman dengan harapan ingin hubungannya langgeng. Sementara dari kening, kata Ronny, Jessica merupakan tipikal orang yang berpikir teliti dan sistematis.
Dari sini, Ronny melanjutkan, karakter orang tersebut akan cenderung senang untuk diperhatikan, mengkritisi hal-hal sepele, dan suka mempermasalahkan hal-hal di sekitarnya. Dari gabungan hasil fisiognomi itu, Ronny menyimpulkan Jessica berpotensi untuk melakukan hal-hal yang dapat menyakiti seseorang.
"Dalam hal ini saya tidak katakan membunuh, tapi melakukan sesuatu yang mengarah ke sana," ujar Ronny.
Analisis Profesor Kedua
Seusai kesaksian Ronny, giliran Sarlito Wirawan beraksi di muka persidangan. Lelaki yang akrab disapa Mas Ito itu menduga Jessica memiliki orientasi seksual sejenis sesuai berita acara pemeriksaan (BAP) Sarlito yang dibacakan Hakim Kisworo.
"Selama pacaran jarang bertemu karena disibukkan karier masing-masing. Jessica tidak suka gaya pacaran setiap hari harus teleponin, harus bertemu, seperti diteror. Kaitan ini membuat saya menduga orientasi seksual sejenis," ujar hakim Kisworo membacakan BAP Sarlito.
Sarlito pun menjelaskan, maksud dari dugaannya tersebut. "Itu dugaan, karena ada indikasi itu (orientasi seksual sejenis). Dugaan itu harus verifikasi ulang dan saya tidak melakukannya. Penilaian hasil tes ada indikasi seperti itu," ujar Sarlito.
Ia pun membeberkan, orientasi seksual sejenis atau homoseks dengan orientasi seksual lawan jenis atau heteroseksual pada dasarnya memiliki kesamaan kejiwaan.
"Bedanya homoseks mencari sejenis, sedangkan heteroseks mencari lawan jenis. Untuk cinta, cemburu, posesifnya sama. Hubungan sejenis itu, kalau putus lebih susah mendapatkan penggantinya. Kalau heteroseks, pacar putus cari gantinya cepat," Sarlito mengungkapkan.
Sarlito juga menyebut perilaku Jessica saat menunggu Mirna tidak lazom. Pernyataan itu mengacu pada aksi Jessica menyusun kantong kertas seperti benteng dan beraktivitas di belakang kantong kertas yang diketahui terdapat minuman es kopi Vietnam Mirna.
Sarlito beralasan Jessica-lah satu-satunya orang yang patut dicurigai menaruh sianida di kopi Mirna karena Jessica melakukan hal yang tidak umum dilakukan seseorang jika sedang menunggu temannya di tempat makan.
"Karena yang dilakukan terdakwa, menaruh paper bag di depannya sehingga agar tidak terlihat apa yang dilakukannya. Itu tidak lazim. Saya belum pernah melihat orang menunggu temannya begitu," jawab Sarlito.
Sarlito juga mengaku tidak diberitahu penyidik adanya kegiatan Jessica saling bertukar pesan dengan Mirna saat sedang menunggu di Olivier Cafe. Ia mengaku bukti Jessica bermain gawai tidak penting baginya. Karena itu, ia keukeuh menyatakan tidak ada kegiatan lain dilakukan Jessica selain berinterasi dengan kopi Mirna.
Sarlito juga berujar nasib Jessica ke depannya tidaklah penting bagi dirinya. "Enggak penting menurut saya (persesuaian fakta sidang dengan kesimpulan ahli). Menurut bapak itu penting, yang menurut saya enggak penting. (Nasib Jessica) Enggak penting juga buat saya," ucap Sarlito ketus.
Advertisement
Pihak Jessica Melawan
Dua pendapat menyudutkan memancing pihak Jessica bereaksi. Ia menekankan pendapat Ronny mengenai dirinya salah besar. Khususnya terkait pernyataan Ronny yang menyatakan Jessica tidak tertekan.
"Satu aja, pernyataan ahli yang bilang saya tidak tertekan itu sangat tidak benar. Sangat tertekanlah. Mana mungkin di situasi seperti saya sekarang tidak tertekan. Sampai detik ini saya tertekan, sangat berat," Jessica menjawab.
Rangkaian pemeriksaan dan persidangan pun, ungkap Jessica, dijalaninya bukan dengan senang hati, melainkan karena prosedur hukum yang harus ia hormati dan ia tempuh.
"Saya jalani (pemeriksaan dan persidangan) ini bukan karena mau, tapi karena prosedur," kata Jessica.
Jessica juga menyanggah dugaan Sarlito yang menyebut dirinya punya kecenderungan menyukai sesama jenis. "Keterangan ahli banyak yang tidak benar. Saya tegaskan saya hanya tertarik dengan laki-laki, dulu, sekarang dan selamanya," ujar Jessica.
Ia juga menjelaskan kenapa dirinya tidak mau menjawab pertanyaan polisi saat memeriksanya di Polda Metro Jaya, terkait kehidupan seksualnya.
"Saya tidak berpikir itu pertanyaan untuk menjebak saya apakah saya suka sama wanita. Saya tegaskan lagi, saya tidak tertarik dengan wanita," kata Jessica.
Tidak hanya Jessica yang terpancing, penasihat hukum Jessica, Yudi Wibowo Sukinto juga termakan emosi. Ia membentak kriminolog Ronny Nitibaskara di ruang sidang.
Bentakan itu dipicu ketidaksediaan Ronny membaca sisi baik Jessica setelah membeberkan hasil pemeriksaan yang berisi sisi-sisi buruk Jessica.
"Apa tidak ada sisi baik Jessica yang bisa ahli baca?" tanya Yudi kepada Ronny.
Ronny menyatakan keengganannya. Ia balik bertanya kepada Yudi, apa manfaatnya membaca sisi baik Jessica Wongso terkait kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
"Untuk apa saya baca sisi baiknya, memang saya harus mengaguminya?" kata Ronny.
Yudi tampak emosi dengan tanggapan Ronny. Ia lalu mengingatkan, dalam kasus pidana pembunuhan Mirna, Ronny bertindak sebagai ahli. Menurut Yudi, ahli hanya disodori berkas-berkas kepolisian yang dinilainya berkas tak valid.
"Anda kan bukan saksi fakta tapi seolah-olah mengetahui. Anda ini kan ahli yang hanya diberikan berkas polisi berkas yang sudah basi," kata Yudi.
Ronny tetap dengan pendiriannya yang tidak bersedia memberikan keerangan terkait sisi baik Jessica Wongso. Emosi Yudi memuncak, ia membentak Ronny karena merasa sikap Ronny yang demikian tak kooperatif.
"Lho, Anda kan ahli, manusia ada sisi buruk, ada sisi baiknya juga. Anda ini ahli lho, doktor, profesor lagi," hardik Yudi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Shandy Handika langsung melayangkan protes ke Majelis Hakim atas sikap emosional Yudi, "Izin yang mulia, penasihat hukum sudah mulai emosi."
Hakim Ketua Kisworo pun langsung menegur Yudi agar menjaga suasana kondusif di ruang sidang.
Usai persidangan ke-17, Jessica akan mendapat giliran untuk menghadirkan saksi yang meringankannya dari tuntutan jaksa kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin. Tim penasihat hukum akan memaksimalkan kesempatan tersebut.
Pengacara Jessica, Otto Hasibuan mengatakan, timnya akan berupaya menghadirkan saksi dengan jumlah semaksimal mungkin. Siapa saja saksi itu? Otto belum mau membeberkan.
"Habis, mungkin kita bisa siapkan kan saksi. 15 (saksi) lebih kurang," ujar Otto.
Menurut dia, pihaknya hanya memiliki jatah enam kali sidang untuk melakukan pembelaan. Oleh karena itu, dia akan menyusun strategi menghadirkan dua sampai tiga saksi persidangan, untuk memaksimalkan pembelaan terhadap kliennya, yang terancam hukuman penjara atau eksekusi mati ini.
Penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, berharap banyak kepada Direktur Pemasaran PT KIA Mobil Indonesia Hartanto Sukmono yang mengaku melihat Jessica memainkan telepon selulernya saat menunggu Mirna.
Kesaksian Hartanto diharapkan dapat mematahkan dugaan Jessica meracik sianida di gelas Vietnamnese Ice Coffee Mirna, di Olivier Cafe, Grand Indonesia, Tanah Abang, 6 Januari 2016. "(Hartanto Sukmono) Sedang kita cari. Mudah-mudahan ya (mau bersaksi untuk Jessica)," ucap Otto.