Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Profesor Doktor Sarlito Wirawan Sarwono hadir pada sidang ke-17 pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016). Kehadiran Sarlito merupakan jawaban atas undangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar ia memberikan keterangannya terkait pemeriksaan kondisi psikologi Jessica Kumala Wongso.
Dalam sesi tanya jawab dengan Penasehat Hukum Jessica, Otto Hasibuan, Sarlito tampak kesal karena Otto mematahkan kesimpulan Sarlito tentang perilaku tidak lazim Jessica saat menunggu Mirna. Yaitu, menyusun paper bag seperti benteng dan melakukan aktivitas di belakang paper bag yang diketahui terdapat minuman Es Kopi Vietnam Mirna.
"Katanya ahli, lazimnya orang bertemu teman, lazimnya baca buku atau nonton televisi atau main gadget, ngelamun saja juga lazim, berdoa juga bisa. Kenapa kalau gitu ahli menyatakan kata-kata itu (Jessica orang yang paling mungkin memasukan sianida ke kopi Mirna)?" tanya Otto kepada Sarlito di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016).
Advertisement
Sarlito menjawab, alasannya mengatakan Jessicalah satu-satunya orang yang patut dicurigai menaruh sianida di kopi Mirna karena Jessica melakukan hal yang tidak umum dilakukan seseorang jika sedang menunggu temannya di tempat makan.
"Karena yang dilakukan terdakwa, menaruh paper bag di depannya sehingga agar tidak terlihat apa yang dilakukannya. Itu tidak lazim. Saya belum pernah melihat orang menunggu temannya begitu," jawab Sarlito.
Lalu Otto menunjukkan bukti transkrip percakapan Jessica dan Mirna di grup whatsapp Billyblue's Day, yang membuktikan Jessica tak hanya berkutat dengan paper bag, tetapi juga mengotak-atik gadget, sebagaimana dikatakan Sarlito lazimnya seseorang menunggu teman sambil bermain gadget.
"Saya ingin tunjukkan ahli bahwa pada jam 16.29 WIB, terdakwa main HP, main gadget. Buktinya ada transkrip dari terdakwa kepada almarhum Mirna. Apa ahli tidak diberitahukan hal ini oleh penyidik?" tanya Otto lagi.
Sarlito menjawab dengan enteng, bahwa ia memang tak diberitahu penyidik adanya kegiatan Jessica saling bertukar pesan dengan Mirna saat sedang menunggu di Olivier Cafe. Sarlito mengaku bukti Jessica main gadget tidak penting baginya.
Sarlito keukeuh dengan kesimpulannya, bahwa tak ada kegiatan lain yang dilakukan Jessica selain berinteraksi dengan kopi Mirna di belakang paper bag, selama berada sendirian di meja 54.
"Saya tidak dikasih tahukan transkrip. Buat saya enggak ada masalah saya enggak tahu transkrip itu, saya enggak perlu," cetus Sarlito.
Otto kemudian menjelaskan ketidaklengkapan barang bukti yang diberikan penyidik kepada Sarlito merugikan kliennya. Karena akhirnya Sarlito menganalisis kasus dugaan pembunuhan Mirna tanpa didasari berkas yang cukup dan dikhawatirkan Sarlito menarik kesimpulan yang keliru karena fakta yang diterimanya minim.
"Karena keterangan ahli ini menentukan nasib anak manusia, perempuan, berumur 27 tahun. Keterangan bapak penting buat pertimbangan-pertimbangan hakim dan kami," ujar Otto.
Dengan santai Sarlito menjawab tindakan Otto mengonfirmasi fakta persidangan dengan keterangannya adalah kepentingan Otto selaku penasihat hukum semata, bukan dirinya. Ia pun berujar nasib Jessica ke depannya tidaklah penting bagi dirinya.
"Enggak penting menurut saya (persesuaian fakta sidang dengan kesimpulan ahli). Menurut bapak itu penting, yang menurut saya enggak penting. (Nasib Jessica) Enggak penting juga buat saya," tutup Sarlito ketus.