Pengacara Irman Gusman Kesal KPK Terus Periksa Kliennya

Pengacara Irman Gusman, Razman Arief Nasution mengatakan, seharusnya KPK menaati perundang-undangan yang berlaku.

oleh Oscar Ferri diperbarui 11 Okt 2016, 16:20 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2016, 16:20 WIB
20161011-Datang ke KPK, Irman Gusman Menolak Diperiksa-Jakarta
Mantan Ketua DPD Irman Gusman mendatangi Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/10). Tersangka kasus suap kuota gula impor itu tampak terburu-buru memasuki lembaga anti surah tersebut. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Pengacara Irman Gusman, Razman Arief Nasution kesal kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena masih memeriksa kliennya. Irman hari ini diperiksa KPK berkaitan dengan status tersangkanya, pada kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor.

"Kami sangat menyesalkan pemanggilan Pak Irman hari ini. Pak Irman sedang melakukan upaya hukum praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Itu dimulai 18 Oktober nanti," ujar Razman di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Razman mengatakan, seharusnya KPK menaati perundang-undangan yang berlaku. Yakni harus menghentikan sementara pemeriksaan terhadap seorang tersangka yang tengah menempuh praperadilan.

"Mohon maaf, kita ini negara hukum. KPK bukan milik orang per orang. KPK ini dibangun dengan semangat reformasi," ujar dia.

Razman mencontohkan eks Menteri Agama Suryadharma Ali atau SDA dan eks Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Saat itu keduanya juga mengajukan praperadilan, dan KPK menghentikan sementara pemeriksaan mereka.

"Berikutnya yurisprudensinya ada dua. Pak SDA juga ditunggu praperadilannya, baru diperiksa. Kemudian Pak Jero Wacik juga. Tolong jangan dipaksakan. Ini skala internasional. Jadi kami tidak berkenan (Irman) diperiksa," tegas Razman.

‎Adapun, sidang praperadilan Irman Gusman akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai Selasa 18 Oktober 2016‎. Sidang akan dipimpin hakim tunggal, I Wayan Karya.

Suap Impor Gula

KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor, wilayah Sumatera Barat pada 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

Ketiganya yakni mantan Ketua DPD Irman Gusman, Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi‎. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi, sebagai hadiah rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya.

Irman Gusman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara, Xaveriandy dan Memi sebagai penyuap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ketiga orang ini merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK di rumah dinas Irman Gusman, kawasan Widya Candra, Jakarta Selatan. Sejumlah orang, di antaranya Irman, Xaveriandy, dan Memi ditangkap tim satgas KPK bersama barang bukti uang Rp 100 juta.

Penangkapan ini merupakan hasil pengembangan penyelidikan KPK, terkait kasus dugaan suap terhadap jaksa Kejaksaan Negeri Padang Farizal, yang dilakukan Xaveriandy dalam perkara distribusi gula impor tanpa sertifikat SNI di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat.

‎Adapun, dalam perkara distribusi impor gula tanpa SNI itu, Xaveriandy sebagai terdakwa memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal. Farizal merupakan Jaksa yang mendakwa Xaveriandy dalam perkara tersebut.

Namun dalam praktiknya, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy, dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

KPK kemudian menjerat Xaveriandy selaku pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Farizal sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya