Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta, Rudyono Darsono, mendukung wacana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Namun dukungan itu bukan untuk memperkuat kewenangan Korps Bhayangkara, justru sebaliknya demi menegakkan supremasi sipil.
"Bukan untuk menambah kewenangan. Sebab, kewenangan Polri sudah sangat banyak. Bahkan, terlalu banyak. Sejujurnya Indonesia sudah masuk dalam jebakan Demokrasi dan Supremasi Sipil," kata Rudy dalam keterangan diterima, Kamis (17/4/2025).
Baca Juga
Rudy mencatat, Polri mungkin menjasi lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan terbanyak. Bahkan sebutan 'superbody' layak disematkan.
Advertisement
Rudy menambahkan, wajar bila ada pembatasan kewenangan dari institusi masing-masing yang dimilikinya. Dia berharap, jangan sampai ada superior dan inferior atau tidak boleh ada negara dalam negara.
"Maka untuk itu, saya meminta pemerintah dan DPR agar berhati-hati membahas revisi UU Polri," saran Rudy.
Rudy juga menyarankan, sejatinya ada lembaga atau institusi penyeimbang dan pengawas yang mempunyai kekuatan minimal sama. Sebab menurut dia, Kompolnas sebagai lembaga yang bertugas demikian, dirasa kurang bertaring dalam menindak para oknum.
"Kompolnas saya kira tak lebih dari sebuah lembaga yang tidak memliki kemampuan apapun," kritik dia.
Â
Lembaga Pengawas
Rudy mendorong, Polri mempunyai lembaga pengawas yang berkekuatan lebih untuk dapat meredam semua kegiatan ilegal yang melanggar konstitusi dilakukan oknum. Saat ini, masyarakat hanya bisa berharap kepada Presiden Prabowo untuk mengawasi Polri.
"Harus ada tindakan atau nama Presiden Prabowo di sini yang dipertaruhkan. Peraturan pembatasan kewenangan terhadap Kepolisian, yang kedua memberikan institusi atau badan pengawas yang memadai," dia menandasi.
Â
Advertisement
Transparansi
Diberitakan sebelumnya, dalam upaya menjaga transparansi, pemerintah akan mengundang para ahli hukum, akademisi, serta masyarakat sipil guna memberikan masukan terhadap pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Senada dengan itu Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan masyarakat tidak perlu terprovokasi atau berspekulasi terkait beredarnya Surat Presiden (Surpres) mengenai revisi UU Polri di media sosial. Menurutnya, hingga saat ini DPR belum menerima dokumen resmi terkait revisi tersebut.
Ketua DPR RI itu meminta masyarakat untuk menunggu dokumen resmi RUU Polri yang akan disampaikan oleh pemerintah kepada DPR. Ia menekankan pentingnya menelaah dokumen resmi guna menghindari misinformasi yang dapat menimbulkan kegaduhan publik.
Â
