Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mencanangkan gerakan revolusi mental sebagai salah satu bentuk revolusi birokrasi. Sudah dua tahun, gerakan itu digemakan. Seperti apa hasilnya di setiap kementerian?
Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menyebutkan, gerakan tersebut masih terus berjalan.
"Ini masih berjalan. Lihat saja bagaimana menyelesaikan tugas maksimal 12 jam. Kemudian menciptakan kantor yang bersih. Ini bukan subjektif tapi dari tamu-tamu yang hadir," ucap Menko Puan di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/10/2016).
Advertisement
Meski demikian, menurut dia, hingga sekarang pihaknya masih terus berkonsolidasi. Hal ini bertujuan mencari formula yang tepat, walaupun sudah terus dilakukan sosialisasi. "Kita masih mencari formula terbaiknya," tutur Puan.
Sementara itu di tempat yang sama, Juru Bicara Presiden, Johan Budi, menuturkan meminta penerapan revolusi mental bukan sebatas bentuk latihan.
"Jangan direduksi hanya seminar dan jangan tanya lagunya ada apa tidak. Kan di masing-masing Kementerian sudah melakukan hal itu," jelas Johan.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nachrowi mencontohkan bagaimana revolusi mental terjadi, yaitu dari pembenahan PSSI sampai bonus dari para atlet yang berlaga di kancah internasional.
"Alhamdullilah, setelah melakukan pembenahan, tak ada yang mengeluh. Kemudian bonus di Olimpiade kita tingkatkan. Besarannya bahkan paling besar baik di Asia Tenggara ataupun dunia. Yang terakhir soal relawan antinarkoba di desa," tegas Nachrowi.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga angkat bicara. Dia menyinggung bagaimana kuota haji dan para petugas haji yang bekerja sekarang.
"Lihat saja, para petugas haji, banyak bertugas tidak berhaji. Mereka berusaha melayani. Jadi enggak semata-mata mereka akan berhaji terus melupakan pekerjaannya. Ini tanpa regulasi lho, dan dibangun dengan kesadaran sendiri," pungkas Lukman.