DPR Temukan Persoalan Klasik Masalah Pupuk di Riau

Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi Herman Khaeron ke gudang pupuk di Provinsi Riau.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Nov 2016, 21:32 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2016, 21:32 WIB

Liputan6.com, Jakarta Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi Herman Khaeron ke gudang pupuk di Provinsi Riau menemukan beberapa persoalan klasik yang masih mengemuka. Ada selisih dan ketimpangan antara jumlah yang diusulkan dengan kuantum pupuk yang telah disepakati oleh DPR dan pemerintah.

“Kunjungan kami ke gudang pupuk masih menemukan persoalan klasik. Pemerintah bersama DPR sepakat untuk menetapkan kuantum pupuk itu diangka 9,55 juta ton, dengan varian di 5 jenis pupuk, yakni Urea, NPK, Jet A, SP36 dan Organik. Dari kuantum tersebut jika dibandingkan dengan usulan RDKK masing-masing daerah, masih terasa timpang dan masih selisih. Karena usulannya adalah 13 juta ton. Sehingga kalau terjadi kelangkaan pada masa tanam tertentu atau serentak, maka akan menjadi persoalan. Karena RDKK yang diajukan oleh pemerintah daerah ke pemerintah pusat, jumlahnya 13 juta ton, sementara kita baru bisa memenuhi 9,55 juta ton,” jelas Herman Khaeron.

Ia menyampaikan, Ini akan menjadi bahan pemikiran, apakah perlu tambah kuantum atau harus mengurangi kuantum pupuk, lalu menaikkan terhadap kuantum pupuk jenis lainnya. Banyak persoalan yang harus didiskusikan, terutama dengan idealnya komposisi persatuan hektar, apakah akan mengikuti terhadap rekomendasi dari pupuk Indonesia dengan komposisi 532, atau hasil penelitian terbaru yang dikeluarkan oleh Balitbang Kementerian Pertanian dimana jenis-jenis pemupukan itu harus memperhatikan unsur hara tanah.

“Kalau unsur hara tanahnya tidak bisa mengikat terhadap pupuk dan kemudian diserap oleh tumbuh-tumbuhan yang bisa mempercepat tumbuh, memperkuat batang, mempercepat pembuahan dan meningkatkan produksi pembuahan, maka unsur hara tanah harus diperhatikan. Kami menemukan beberapa fakta dilapangan, bahwa urea masih lebih tinggi daripada hasil penelitian sesungguhnya,”ujarnya.

Terkait adanya upaya khusus (upsus) untuk pajale (padi, jagung, kedele), Herman menerangkan, kalau tidak ada upsus saja masih bermasalah dengan kuantum pupuk dan jumlah pupuk yang harus tersedia, bagaimana dengan upsus yang dilakukan.

Selain mengenai komposisi spesifik lokasi yang harus tepat,dan pertimbangan terhadap upaya khusus penambahan pupuk terhadap luasan pertanaman, juga tentang bagaimana menjaga efisiensi produktifitas, agar pupuk ini tersalurkan dengan baik, efisien dan yang paling penting adalah memberikan manfaat bagi para petani.

“Kami juga masih temukan adalah masalah gudang penyimpanan pupuk yang dikelola oleh PT. BGR yang merupakan BUMN pergudangan. Di sana kami melihat suasana dan kualitas gedung yang sangat tidak representatif. Di beberapa kunjungan kami, memang banyak gudang yang tidak representatif, sehingga ke depan hal ini harus diperhatikan, karena kualitas pergudangan juga menentukan terhadap kualitas dan kuantitas pupuk, karena pasti ada penyusutan . PT BGR harus memperhatikan mengenai sistem pergudangan, supaya apa yang menjadi tujuan kita dengan 5 tepat, dapat benar-benar dilaksanakan dengan baik dan bermanfaat bagi rakyat,” pungkasnya.

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya