6 April 2004: Rolandas Paksas jadi Presiden Pertama di Eropa yang Dimakzulkan

6 April 2004 menjadi momen bersejarah bagi Lithuania dan Eropa ketika Parlemen Lithuania secara resmi memakzulkan Presiden Rolandas Paksas. Keputusan ini menjadikannya kepala negara pertama di Eropa yang dicopot dari jabatannya.

oleh Alya Felicia Syahputri Diperbarui 14 Apr 2025, 11:26 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2025, 06:00 WIB
Mantan Presiden Lituania Rolandas Paksas periode 26 Februari 2003 – 6 April 2004. (duma.gov)
Mantan Presiden Lituania Rolandas Paksas periode 26 Februari 2003– 6 April 2004. (duma.gov)... Selengkapnya

Liputan6.com, Vilnius - Parlemen Lithuania pada 6 April 2004 secara resmi memberhentikan Presiden Rolandas Paksas dari jabatannya, mencatatkan sejarah sebagai presiden pertama di Eropa yang dicopot melalui pemakzulan. Keputusan ini mengakhiri skandal yang berlangsung selama hampir tujuh bulan di negara kecil Baltik tersebut.

Ketua Mahkamah Agung Lithuania, Vytautas Greicius, memimpin sidang pemakzulan di parlemen dan mengumumkan hasil pemungutan suara.

"Lebih dari dua pertiga anggota parlemen telah memutuskan bahwa warga negara Rolandas Paksas, Presiden Lithuania, pada 11 April 2003 melalui Keputusan Nomor 14 secara ilegal memberikan kewarganegaraan Lithuania kepada Yurii Borisov sebagai imbalan atas dukungan finansial dan keuntungan lainnya. Dengan demikian, ia telah melakukan pelanggaran berat terhadap Konstitusi Republik Lithuania serta melanggar sumpah jabatannya," ujar Greicius, dikutip dari rferl.org pada Minggu (6/4/2025).

Keputusan ini diambil berdasarkan satu dakwaan utama, tetapi Paksas juga dinyatakan bersalah atas dua dakwaan lainnya, yakni membocorkan rahasia negara serta berupaya mempengaruhi hasil privatisasi.

Dalam pidato sepanjang 25 menit sebelum pemungutan suara, Paksas membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia memperingatkan bahwa proses pemakzulan ini, yang merupakan yang pertama dalam sejarah Eropa, dapat merusak reputasi Lithuania di tengah momentum penting bagi negara tersebut.

"Pemakzulan ini adalah peristiwa yang tidak memiliki presiden dalam sejarah Eropa. Ini akan menjadi citra unik bagi negara kita di saat kita kembali ke rumah lama kita di Eropa. Pemakzulan ini bukan hanya drama atau tragedi pribadi saya, tetapi juga tantangan besar bagi negara, institusi, serta sistem hukum Lithuania. Selain itu, ini juga menjadi ujian yang akan menunjukkan tingkat integritas, kejujuran, dan moralitas para politisi kita," kata Paksas.

Paksas juga menepis tuduhan bahwa ia memiliki hubungan dengan dinas rahasia Rusia dan kelompok kriminal. Ia membela keputusannya memberikan kewarganegaraan kepada Borisov dengan menyatakan bahwa presiden sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa.

"Pada faktanya, saya hanya mengikuti hukum yang berlaku di Lithuania dan meneruskan praktik yang telah dilakukan oleh presiden sebelumnya. Presiden Algirdas Brazauskas dan Valdas Adamkus pernah membuat pengecualian dan memberikan kewarganegaraan kepada 847 orang. Di antara mereka, ada 200 orang yang bahkan tidak memiliki jasa apapun bagi negara Lithuania," tegasnya.

Kontroversi Hubungan Paksas dan Yuriy Borisov

Politikus Yuriy Borisov. (wikipedia.org)
Politikus Yuriy Borisov. (wikipedia.org)... Selengkapnya

Terkait tuduhan membocorkan informasi rahasia kepada Yuriy Borisov, Paksas membantah telah melakukan kesalahan. Ia menyatakan bahwa Borisov sudah mengetahui dirinya sedang diawasi jauh sebelum Paksas memberi peringatan.

“Borisov sudah tahu jauh sebelum peringatan Paksas bahwa percakapan teleponnya sedang dipantau oleh dinas rahasia Lithuania,” kata  Paksas

Namun, hubungan antara Paksas dan Borisov tidak berhenti di situ. Sepekan sebelum pemakzulan, Paksas menunjuk Borisov sebagai penasihat urusan publik. Dalam sidang pemakzulan, Paksas mengakui bahwa itu adalah sebuah kesalahan, tetapi ia berpendapat bahwa hal tersebut tidak cukup serius untuk dijadikan alasan pemakzulan.

Mengakhiri pidatonya, Paksas mengajak para politisi Lithuania untuk mempertimbangkan kepentingan negara sebelum memberikan suara mereka.

"Mari bekerja untuk Lithuania. Tidak ada tujuan yang lebih tinggi daripada bekerja bersama demi rakyat Lithuania, demi demokrasi, dan demi keadilan. Terima kasih," ucapnya.

Namun, sebagian besar anggota parlemen tetap pada keputusan mereka. Vaclav Stankevic, anggota Partai Liberal Sosial Lithuania, mengungkapkan bahwa pidato Paksas tidak mengubah pendiriannya.

"Presiden memang menyampaikan pidato yang bagus dan berbicara dengan sangat baik. Tetapi, baik pidato pengacaranya maupun pidato presiden tidak dapat mengubah tekad kami. Kami tahu bagaimana kerja tim investigasi dan hasil yang mereka capai. Kami juga memahami kesimpulan yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Stankevic.

Di sisi lain, mantan Perdana Menteri Kazimiera Prunskiene, yang kini menjabat sebagai anggota parlemen dari Partai Demokrasi Baru, memilih abstain. Ia berpendapat bahwa proses pemakzulan ini memiliki kelemahan hukum dan justru memperdalam perpecahan di masyarakat Lithuania.

Dengan lengsernya Paksas, pertanyaan selanjutnya adalah: siapa yang akan memimpin Lithuania? Ketua parlemen, Arturas Paulauskas, akan menjabat sebagai presiden sementara hingga pemilu digelar dalam waktu sekitar dua bulan.

Beberapa kandidat potensial untuk pemilihan presiden mendatang antara lain Paulauskas sendiri, mantan Presiden sekaligus Perdana Menteri pada saat itu, Algirdas Brazauskas, serta mantan Presiden Valdas Adamkus. Sementara itu, meskipun telah dimakzulkan, Paksas masih memiliki peluang untuk kembali mencalonkan diri karena hukum Lithuania tidak melarang seorang pemimpin yang telah dimakzulkan untuk kembali bertarung dalam pemilihan presiden.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya