Liputan6.com, Kutai Timur - Undang-undang, peraturan pemerintah dari pusat hingga tingkat kabupaten yang jumlahnya ribuan itu, mungkin tidaklah diketahui Saparudin, apalagi dipahami.
Berbeda dengan Bhineka Tunggal Ika, sedikit masih teringat di ingatan pria 45 tahun itu saat bersekolah dahulu.
Baca Juga
Kini, setelah puluhan tahun terpanggang matahari di sawah, Saparudin dan ratusan warga Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, diingatkan kembali soal empat pilar kebangsaan yang di antaranya adalah Bhineka Tunggal Ika.
Advertisement
"Kami enggak pahamlah itu empat pilar atau sosialisasi. Tapi Bhineka Tunggal Ika yang kami pahami, ndak boleh ganggu orang yang beda," kata Saparudin kepada Liputan6.com di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Jumat (18/11/2016).
"Tetangga saya ada Kristen, puluhan tahun kami bergaul, tak ada masalah. Itu Bhineka Tunggal Ika menurut kami," kata dia.
Saparudin bersama ratusan warga berbondong-bondong ke gedung serbaguna Desa Martadinata. Kedatangan mereka untuk mengikuti kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan oleh MPR.
Acara tersebut dihadiri Wakil Ketua MPR Mahyudin, yang sudah lama dikenal warga Kutai Timur. Bagi warga Teluk Pandan, ia adalah bupati muda yang sering meresmikan jalan di wilayah itu.
"Maiyudin (panggilan warga pada Mahyudin) ini banyak jasa ke kami, bikin jalan cor, dia, kakaknya, keluarganya orang politik," kata Syamsudin, anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang bernaung di bawah organisasi Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Teluk Pandan, Kutai Timur.
Warga Teluk Pandan tak semuanya paham soal sosialisasi empat pilar. Namun, semangat ingin tahu mereka harus diacungi jempol.
Dari pengakuan belasan warga, mereka datang dengan sukarela. Ketua KTNA setiap desa hanya mengumumkan soal acara tersebut, lalu warga berbondong-bondong mendaftarkan diri.
"Baguslah, kami ingin tahu apa itu undang-undangnya, bisakah menolong kami yang cuma paham jadwal panen saja," ucap Nuwir, warga lainnya.
Tak hanya materi soal UUD 1945, Pancasila, buku saku berisi materi empat pilar, dan ceramah soal Bhinneka Tunggal Ika, warga juga mendapat tas dan makan siang.
"Ini mantapnya, kupon bisa tukar dengan tas dan roti dalam kotak, ada buku dalam tasnya," lanjut pria 34 tahun itu.
Tas hitam ini menjadi buah bibir bagi warga yang datang ke acara sosialisasi empat pilar ini. Dari nenek, kakek, hingga ibu-ibu yang mengajak anak-anak mereka. Mereka senang dapat suvenir tas, bukan karena isinya buku atau hal lain di dalamnya.
"Tak perlu beli tas lagi, kami dapat dua, kakaknya juga ikut acara ini," kata Zulaikha, ibu rumah tangga yang datang bersama anak dan suaminya.
Tak hanya Zulaikha, warga lainnya, Yanti Siregar, juga mengaku bakal memberikan tas Sosialisasi Empat Pilar MPR ini kepada anaknya. Sedangkan, puluhan nenek dan kakek lainnya berencana menghadiahkan tas ini kepada cucu mereka yang bersekolah.
"Kami tak perlu tas, ke sawah itu butuh cangkul, sabit, topi, dan rantang kalau sudah siang," ucap Zakaria, kakek berumur 56 tahun itu.