Liputan6.com, Samarinda - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim setidaknya telah memindahkan 28 individu orang utan dari sejumlah tempat di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur ke hutan alam. Jumlah tersebut masih ditambah dengan 5 individu orang utan yang masuk pusat rehabilitasi.
Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto menjelaskan, total orang utan yang diselamatkan sejak awal 2025 hingga saat ini mencapai 37 orang utan. Ada tambahan 4 individu orang utan yang dinyatakan selesai menjalani rehabilitasi dan dilepasliarkan ke hutan.
“Sejak awal tahun 2025 sampai dengan sekarang, kita sudah melakukan penyelamatan 37 individu orang utan. (Dari jumlah itu) yang masuk rehabilitasi sebanyak 5 orang utan, jalani translokasi 28 orang utan, dan yang sudah kita lepas liarkan atau yang sudah lulus rehabilitasi sebanyak 4 orang utan,” kata Ari Wibawanto, Rabu (19/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
Orang utan yang menjalani translokasi dan rehabilitasi seluruhnya diambil di Kabupaten Kutai Timur. Lebih rinci Ari menyebut mayoritas berasal dari kawasan Perdau dan Jalan Poros Kutai Timur – Berau, Kecamatan Bengalon.
“Sekitar 70 persen dari kawasan itu. Karena di situ sering terjadi konflik antara orang utan dengan masyarakat,” sambungnya.
Kawasan Perdau memang padat dengan aktivitas manusia. Meski dari segi populasi manusia tidak sebesar perkotaan, namun aktivitas perusahaan seperti tambang batu bara, perkebunan sawit, dan Hutan Tanaman Industri (HTI) cukup dominan.
Di kawasan Perdau sendiri sering viral karena unggahan di media sosial kemunculan orang utan. Pada jalan porosnya saja, kita bisa menyaksikan aktivitas pertambangan batu bara secara langsung.
Pada 2024 lalu, BKSDA Kaltim juga melakukan upaya penyelamatan orang utan sebanyak 31 individu. Sepanjang tahun politik itu, sebanyak 20 orang utan jalani translokasi, 7 orang utan masuk pusat rehabilitasi, dan 4 orang utan dilepasliarkan kembali ke hutan.
Jika sepanjang tahun 2024 saja sebanyak 31 orang utan diselamatkan, maka pada 2025 yang belum berjalan 2 bulan jumlahnya sudah mencapai 37 individu. Peningkatan jumlah yang signifikan ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, seberapa parah konflik satwa dilindungi itu dengan aktivitas manusia?
Kesejahteraan Satwa
Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto menjelaskan, penyelamatan orang utan yang meliputi translokasi, rehabilitasi, dan pelepasliaran itu tidak lepas dari upaya meningkatkan kesejahteraan satwa. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 17 tahun 2024 tentang Penyelamatan Jenis Satwa.
“Bahwa di dalam peraturan menteri tersebut perlu penyelamatan satwa jika ada konflik, adanya tindak pidana, dan adanya daerah yang terisolasi,” kata Ari Wibawanto.
Atas dasar itu kemudian BKSDA Kaltim bersama mitra seperti Conservation Action Network (CAN), Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), dan Center for Orangutan Protection (COP) menginisiasi upaya penyelamatan orang utan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya mitigasi mencegah konflik satwa dengan aktivitas manusia.
“Dari peraturan menteri tersebut kita berupaya melakukan mitigasi terkait satwa-satwa, kita khususkan orang utan, yang berpotensi mersahkan masyarakat maupun berpotensi menghilangkan kesejahteaan satwa itu sendiri,” papar Ari.
Di Kawasan Perdau, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur yang padat aktivitas pertambangan batu bara memang sering muncul orang utan. Orang utan bahkan melintas kawasan tambang di tengah deru mesin aktivitas mengeruk bumi.
Tak hanya itu, karena daya jelajahnya yang tinggi, orang utan juga muncul di perkebunan, pemukiman warga, bahkan ke pantai. Laporan mengenai kemunculan orang utan kerap diterima BKSDA Kaltim.
“Oleh karena itu, kami melakukan beberapa upaya, salah satunya berupa patroli di beberapa kawasan yang menurut kami terjadinya konflik. Melayani semua aduan masyarakat, komplain, laporan masyarakat terkait adanya orang utan yang terganggu kesejahteraan,” kata Ari.
37 orang utan yang diselamatkan sepanjang 2025 ini dilakukan dalam 10 kali kegiatan penyelamatan. BKSDA bersama para mitra langsung bergerak cepat ketika mendapat laporan masyarakat atau menemukan orang utan yang sesuai aturan memang harus menjalani penyelamatan.
“Kita harus merespon laporan tersebut karena laporan mengindikasikan masyarakat terganggu dengan keberadaan orang utan. Selain itu, kita harus melihat terkait dengan kesejahteraan orang utan itu sendiri. Jika ada laporan, dengan kata lain itu sudah ada konflik. Kita harus memastikan orang utan itu aman,” kata Ari.
Dia menegaskan, upaya translokasi bukan satu-satunya aspek penting dari penyelamatan orang utan. Hanya saja, proses ini dipilih dengan menilai kondisi orang utan yang ditemukan atau dilaporkan.
Saat ditemukan ada dua hal yang menjadi pertimbangan orang utan jalani translokasi, rehabilitasi, atau tetap dibiarkan. Keduanya yaitu kesehatan dan sifat liar.
Jika sakit tentu akan mendapat penanganan medis. Jika kehilangan sifat liar, orang utan akan menjalani proses rehabilitasi di pusat-pusat rehabilitasi orang utan yang ada di Kaltim. Namun jika tidak ada gejala keduanya, orang utan akan menjalani translokasi atau tetap dibiarkan di habitat aslinya.
“Translokasi dilakukan pada posisi yang betul-betul cukup urgent. Cukup mengganggau kesejahteraan satwa itu sendiri, mengganggu masyarakat, (maka itu) harus segera ditranslokasi,” katanya.
Advertisement
Praktek Pertambangan yang Baik
Center for Orangutan Protection (COP) menjadi organisasi pertama yang mengumumkan penyelamatan orang utan dengan proses translokasi dari kawasan Perdau tahun ini. Pada 12 Februari 2024 lalu, organisasi khusus orang utan ini melepaskan satu individu ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur lewat unggahan media sosial Kementerian Kehutanan.
Sebelumnya pada 5 Februari 2025, orang utan ini sempat viral di media sosial karena terekam kamera warga berjalan di antara deru mesin tambang batu bara milik PT Kaltim Prima Coal. Atas dasar pertimbangan berada di kawasan yang terisolir, orang utan itu kemudian jalani proses translokasi.
“Upaya translokasi ini dilakukan, berdasarkan peraturan menteri, maka ada kategori untuk proses penyelamatan. Antara lain konflik dengan manusia dan daerah terisolir. Daerah terisolir yang dimaksud, satwa tersebut terjebak di dalam areal tersebut,” kata Ari.
Direktur COP Danik Hendarto menjelaskan, sebanyak 16 individu orang utan jalani translokasi ke Hutan Lindung Batu Mesangat. Hutan ini merupakan areal pelepasliaran orang utan yang dikelola COP.
“COP membantu BKSDA Kalimantan Timur bersama mitra lain untuk menyelamatkan dan mentranslokasikan orangutan yang kurang beruntung terdampak dari pertambangan batu bara,” kata Danik melalui aplikasi pesan instan.
Pada lokasi baru nanti, COP berharap orang utan akan mendapatkan tempat baru dengan kesempatan hidup yang lebih baik. Tentu saja tak lagi berada di tengak aktivitas pertambangan, atau perkebunan, maupun pemukiman warga.
“Kami fokus kepada orang utannya dan berupaya memberikan kesempatan hidup lebih baik di lokasi hutan barunya. Harapan kami otangutan akan lebih aman di kawasan lindung dan bisa berperan aktif di lokasi barunya,” ujar Daniek.
Sementara itu, Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) sendiri pada proses ini telah melakukan translokasi orang utan sebanyak 8 individu orang utan. Bahkan BOSF harus memindahkan 3 individu orang utan masuk Pusat Rehabilitasi Orang Utan Samboja Lestari.
CEO BOSF Jamartin Sihite menyebut translokasi seharusnya menjadi langkah terakhir dalam upaya penyelamatan orang utan. Pemangku kawasan seperti perusahaan pertambangan, perkebunan, HTI, dan lainnya harus lebih mengedepankan lingkungan sebagai aspek utama aktivitasnya.
“Buat BOSF, translokasi adalah pilihan terakhir buat langkah penyelamatan orangutan. Sebaiknya usaha pertambangan membangun dan menerapkan best management practice di pertambangan dan BOSF siap membantu,” kata Jamartin.
Translokasi orang utan dari sejumlah tempat di Kalimantan Timur masih akan terus dilakukan seiring dengan temuan tim patroli maupun laporan masyarakat. Tentu saja akan menjadi pertanyaan besar, sampai kapan translokasi akan dilakukan? Berapa banyak lagi orang utan yang harus menjalani translokasi?
