Liputan6.com, Jakarta - Hampir setahun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik lima pimpinan KPK jilid IV. Setahun merupakan usia yang masih muda bagi kelimanya mengemban tanggung jawab dalam pemberantasan korupsi.
Namun, upaya pencegahan yang digaungkan belum membuahkan hasil. Ini tercermin dengan jumlah operasi tangkap tangan KPK selama setahun terakhir.
Menurut catatan Liputan6.com, ada 15 kali Operasi Tangkap Tangan KPK dalam setahun ini. ‎Mereka mencokok mulai dari pengusaha, penegak hukum, anggota dewan, sampai kepala daerah. Para terduga ditangkap karena tertangkap 'basah' melakukan transaksi yang mayoritasnya adalah suap.
Salah satu Pimpinan KPK, Saut Situmorang, tak memungkiri pencegahan yang dilakukan KPK bisa dikatakan gagal. Jika, lanjut dia, nilai-nilai yang diusung para penyelenggara negara masih bernuansa transaksional, konflik kepentingan, favoritism (pilih kasih), dan mengutamakan kelompok.
"Kalau begitu yang terjadi, ke depan KPK bisa jadi dinilai gagal mencegah, walau berhasil nindak," kata Saut ketika berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis 8 Desember 2016.
Berikut ini 15 OTT KPK dalam setahun terakhir itu:
1. Suap Proyek Jalan di Maluku
Penangkapan anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti merupakan operasi tangkap tangan pertama yang digelar Agus Rahardjo cs. Damayanti, seorang politikus PDI Perjuangan, ditangkap di Jakarta pada Rabu 31 Januari 2016.
Damayanti diciduk karena diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir. Dia ditengarai menerima suap total Rp 8,1 miliar. Suap diterima tiga kali masing-masing 328 ribu dolar Singapura, Rp 1 miliar dalam mata uang dollar Amerika Serikat, dan 404 ribu dolar Singapura.
KPK juga turut mencokok dua stafnya, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini. Praktik suap menyuap ini dilakukan agar Damayanti mengusahakan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk proyek jalan di Maluku.
Belakangan, KPK mengembangkannya ke pihak lain. Penyidik telah menetapkan anggota Komisi V DPR Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro dan Kepala Balai Pelaksana Jalan IX Maluku dan Maluku Utara Amran Mustari sebagai tersangka.
2. Suap Pejabat Mahkamah Agung
OTT kedua KPK dilakukan pada Jumat 13 Februari 2016. Pada operasi ini, Satgas KPK menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Direktorat Panata dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna.
Andri diduga menerima suap Rp 400 juta dari pengusaha bernama Ichsan Suaidi lewat pengacaranya Awang Lazuardi Embat. Suap diberikan agar Andri menunda salinan putusan kasasi perkara korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat yang menjerat Andri. Pada kasus itu, dia didakwa menerima gratifikasi Rp 500 juta.
3. Suap Kejati DKI Jakarta
Hanya berselang kurang dari sebulan kemudian, KPK melancarkan OTT ketiga. Kamis 31 Maret 2016, KPK menangkap Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya (BA), Sudi Wantoko dan Manager Keuangan PT BA Dandung Pamularno serta seorang perantara bernama Marudut Pakpahan.
Sudi dan Dandung bersama Marudut diduga berupaya menyuap Kepala Kejati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidan Khusus Kejati DKI Jakarta, Tomo Sitepu sebesar Rp 2,5 miliar. Suap diberikan untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT BA yang dilakukan Sudi.
Belakangan KPK hanya menetapkan pemberi suap sebagai tersangka. Sedangkan terduga penerima suap urung dijadikan tersangka. Kejaksaan Agung sudah membantah keterlibatan Sudung dan Tomo.
Reklamasi hingga Suap di Pengadilan
4. Suap Raperda Reklamasi Teluk Jakarta
Pada waktu yang hampir bersamaan, KPK juga menangkap tangan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra M Sanusi. Sanusi, adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik itu ditangkap lantaran diduga menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja lewat anak buahnya, Trinanda Prihantoro.
Selain Sanusi, KPK menangkap anak buah Sanusi, Gerry Prasetya dan Trinanda. Sementara Ariesman menyerahkan diri ke KPK keesokan harinya. Dari nama-nama itu, hanya Gerry yang tidak dijadikan tersangka oleh KPK.
KPK juga mencegah bos PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan dan anaknya, Richard Halim Kusuma bepergian ke luar negeri. Mereka dicegah karena KPK masih membutuhkan keterangannya dalam pengembangan kasus ini.
Penangkapan sang anggota dewan ini menjadi yang perhatian publik tersendiri. Karena belakangan kerap menyeret-nyeret nama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
5. Suap Bupati Subang
Senin 11 April 2016, KPK kembali menggelar OTT. Kali ini menyasar Bupati Subang, Jawa Barat, Ojang Sohandi. Ojang ditangkap bersama sejumlah orang lainnya. Termasuk dua jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, yakni Devianti Rochaeni dan Fahri Nurmalo. Ojang diduga memberi suap kepada dua jaksa tersebut.
Suap Rp 583 juta diberikan melalui istri mantan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Jajang Abdul Holik, Lenih Marliani kepada Devianti selaku Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU)dalam penanganan perkara dugaan korupsi dana BPJS Kabupaten Subang 2014 di Pengadilan Tipikor Bandung.
Ojang diduga sengaja memberikan‎ suap agar namanya tak terseret dalam pusara kasus yang menjerat Jajang itu.
6. Suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
‎Berselang sekitar sembilan hari kemudian, Tim Satgas KPK kembali bergerak lewat OTT. Dalam operasi ini KPK menangkap tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada Rabu 20 April 2016 di Jakarta.
Edy ditangkap karena diduga menerima suap dari pegawai ‎PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Arianto Supeno sebesar Rp 150 juta. Suap diberikan agar Edy menunda proses pelaksanaan aanmaningatau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited.
Dari pengembangan kasus ini, KPK kemudian mencegah Sekretaris MA Nurhadi Abdurrachman ke luar negeri. Selain dicegah, Nurhadi yang diduga mengetahui kasus ini sudah berulang kali diperiksa KPK.
7. Suap Hakim Tipikor Bengkulu
Sekitar 30 hari kemudian, KPK lagi-lagi membongkar praktik suap terkait perkara di pengadilan. Kali ini, lembaga antirasuah menangkap tangan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba dan Hakim Tipikor Bengkulu Toton pada Senin 24 Mei 2016 di Bengkulu.‎ Pada kesempatan itu, KPK juga menangkap Panitera PN Bengkulu Badaruddin alias Billy.
Mereka ditangkap karena diduga menerima suap Rp 650 juta dari mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah M Yunus Bengkulu Edi Santoni serta mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus, Safri Safei. Edi dan Safri pun turut dibekuk KPK tak lama berselang.
Kasus suap menyuap ini terkait dengan perkara korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit M Yunus Bengkulu di PN Tipikor Bengkulu.
Advertisement
Saipul Jamil hingga Ijon Proyek Banyuasin
8. Suap Vonis Ringan Saipul Jamil
Pada Rabu 15 Juni 2016, publik dikagetkan dengan OTT yang dilakukan KPK. Sebab, OTT ini berkaitan dengan vonis yang dijatuhkan kepada pedangdut Saipul Jamil di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pada operasi ini, KPK menangkap ‎Panitera PN Jakut bernama Rohadi, Bertanatalia Ruruk Kariman (pengacara Saipul), dan Kasman Sangaji (pengacara Saipul). Samsul Hidayatullah, kakak Saipul, juga turut diangkut Tim Satgas ke markas KPK.
Bertha, Kasman, dan Samsul diduga menyuap Rohadi sebanyak Rp 250 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan sebelumnya. Suap diberikan agar Saipul divonis ringan dalam kasus dugaan pelecehan seksual remaja pria di bawah umur. Bertha, Kasman, Samsul, dan Rohadi kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
9. Suap Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana
Berhenti di situ? Tidak. Satgas KPK kembali bergerak dan menangkap tangan a‎nggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana. Wakil Bendahara Umum DPP Partai Demokrat itu ditangkap di rumah dinas anggota DPR, kawasan Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Sebelum menangkap pria berkepala plontos itu, KPK lebih dulu menangkap staf Putu bernama Novianti di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat serta Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Suprapto.
Pada saat bersamaan, KPK juga menangkap pengusaha bernama Yogan Askan di Padang, Sumatera Barat, serta Suhemi di Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Suap kepada Putu ini diduga untuk memuluskan rencana pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar senilai Rp 300 miliar. Sedianya, Putu disuap agar mengusahakan anggaran proyek tersebut didanai lewat APBN Perubahan 2016.
10. Suap Panitera PN Jakpus
Kurang dari seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri 1437 H, tepatnya Kamis 30 Juni, KPK kembali melakukan OTT. Ada dua orang yang ditangkap dalam operasi ini, yakni Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat, Mohammad Santoso dan ‎Ahmad Yani yang merupakan staf di Wiranatakusumah Legal & Consultant.
‎Santoso diduga menerima uang 'sumpel' sebesar 25 ribu dan 3 ribu dolar Singapura. ‎Diduga uang suap itu ditujukan agar PT KTP dimenangkan dalam perkara perdata di sektor pertambangan dengan PT MMS.
KPK kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus ini. Selain Santoso dan Yani, KPK menetapkan pengacara bernama Raoul Adhitya Wiranatakusumah‎ sebagai tersangka.
11. Ijon Proyek Disdik Pemkab Banyuasin
OTT oleh Tim Satgas KPK kembali menyasar di wilayah Sumatera. Kali ini Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, pada 4 September 2016‎. Saat itu KPK mengamankan Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian bersama lima orang lainnya.
Kelimanya, yakni ‎Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Banyuasin Umar Usman, ‎Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pemkab Banyuasin Darus Rustami, Kasie Pembangunan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin Sutaryo, dan satu pengepul bernama Kirman, serta Zulfikar Muharam yang merupakan pemilik CV Putra Pratama.
‎Yan Anton diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Zulfikar dengan menjanjikan proyek-proyek di Disdik dan dinas lainnya. Yan diduga turut melibatkan para anak buahnya dalam ijon proyek-proyek berujung suap tersebut.
KPK kemudian menetapkan Yan Anton bersama lima orang lainnya itu sebagai tersangka‎ dugaan suap ijon proyek-proyek di Dinas Pendidikan dan dinas lainnya di Pemerintahan Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Suap Irman Gusman hingga Wali Kota Cimahi
12. Suap Ketua DPD Irman Gusman
Hanya selang sekitar 12 hari kemudian, tepatnya Jumat 16 September 2016 malam, Tim Satgas KPK kembali melakukan OTT. Kali ini Satgas KPK menangkap tangan Ketua DPD Irman Gusman bersama dua orang lainnya, yakni Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Susanto dan istrinya, Memi.
Dalam penangkapan di kediaman Irman di kawasan Jakarta Selatan itu, Satgas KPK juga mengamankan barang bukti uang Rp 100 juta yang diduga merupakan suap dari Xaveriandy dan Memi kepada Irman.
Usai melakukan pemeriksaan, KPK pun menetapkan Irman sebagai tersangka karena diduga menerima uang suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi. Uang diberikan sebagai hadiah kepada Irman yang telah memberikan rekomendasi terkait penambahan kuota distribusi gula impor dari Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya untuk wilayah Sumatera Barat tahun 2016.
Irman kemudian dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPD usai penetapan tersangka itu.
13. Suap Ijon Proyek di Kabupaten Kebumen
Tim Satgas KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kebumen, Jawa Tengah, Sabtu 15 Oktober 2016, atau kurang lebih sebulan dari OTT terhadap Irman Gusman. Ada enam orang yang diamankan oleh Tim ‎Satgas.
Mereka yang diamankan, yakni Ketua Komisi A DPRD Kebumen Fraksi PDIP Yudhy Tri Hartanto, Sigit Widodo PNS di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemkab Kebumen, Anggota DPRD Kebumen Dian Lestari dan Suhartono, Sekretaris Daerah Pemkab Kebumen Adi Pandoyo, serta Salim yang merupakan Kepala Cabang PT OSMA Group Cabang Kebumen.
Dalam pemeriksaan, KPK kemudian menetapkan ‎Yudhy dan Sigit sebagai tersangka kasus dugaan suap ijon proyek-proyek di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Pemkab Kebumen yang didanai dari APBD Perubahan 2016. Sementara empat orang lainnya berstatus saksi.
Yudhy dan Sigit diduga menerima‎ suap Rp 70 juta sebagai ijon dari proyek-proyek di Disdikpora Pemkab Kebumen senilai Rp 4,8 miliar. Proyek-proyek itu antara lain pengadaan buku, alat peraga, dan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Diduga, uang suap itu diberikan oleh Direktur Utama PT OSMA Group, Hartoyo melalui Salim. Di mana dalam pengembangannya, Hartoyo kemudian ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.
14. Suap 86 Tunggakan Wajib Pajak
Kemudian OTT berikutnya dilakukan Tim Satgas KPK‎ pada Senin 21 November 2016 malam di Springhill Kemayoran, Jakarta Pusat. Ada sejumlah orang yang diamankan Satgas‎ KPK ketika itu.
Di antara yang diamankan itu, ada Kepala Subdit Pemeriksaan Bukti Permulaan Direktorat Intelijen dan Penyidikan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Handang Soekarno dan Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, Rajesh Rajamohanan Nair. Selain itu, ‎Satgas KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang US$ 148.500.
KPK kemudian menetapkan Handang dan Rajesh sebagai tersangka usai memeriksa secara intensif. Handang diduga menerima uang US$ 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar dari Rajesh‎ dengan maksud menghapus kewajiban pajak yang mendera PT EK Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Uang Rp 1,9 miliar yang diberikan itu merupakan pemberian pertama dari Rp 6 miliar yang telah disepakati keduanya untuk melapanenamkan kewajiban pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia ini.
‎15. Suap Ijon Proyek Pasar Cimahi
Terakhir, Kamis 1 ‎Desember 2016, Tim Satgas KPK mengamankan Wali Kota Cimahi, Atty Suharti Tochija bersama suaminya, M Itoch Tochija serta ‎Triswara Dhani Brata dan Hendriza Soleh Gunadi‎.
Dalam OTT itu, Satgas KPK juga mengamankan buku tabungan milik pengusaha yang berisi catatan penarikan uang sebesar Rp 500 juta. Diketahui, uang Rp 500 juta sudah diberikan kepada Atty melalui Itoch yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi dua periode tersebut.
Usai pemeriksaan intensif 1x24 jam, KPK kemudian menetapkan keempatnya sebagai tersangka. Diduga, Atty dan Itoch menerima suap Rp 500 juta dari kedua pengusaha‎ terkait pemulusan ijon proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Baru Cimahi.
Bahkan, Atty dan suaminya itu dijanjikan Rp 6 miliar oleh kedua pengusaha jika berhasil memuluskan proyek senilai Rp 57 miliar yang diketahui baru akan dibangun 2017 mendatang itu.
Dari catatan OTT itu, lalu berapa banyak orang-orang yang mau berubah atas upaya-upaya pencegahan yang dilakukan KPK selama ini? Saut sendiri tidak bisa memastikan. Meski di satu sisi, dia mengakui, jumlah OTT tersebut juga ‎membuktikan, bahwa masih ada orang-orang, terutama penyelenggara negara yang belum mau berubah dan sadar akan antikorupsi.
"Yang tidak tahu pasti, sebab bisa juga tidak signifikan berubahnya. Cuma kebetulan saja, kami bisa membuktikan beberapa orang yang tidak berubah itu kena jaring, sebagaimana tercermin pada belasan OTT tahun ini," ujar Saut.
Advertisement