Liputan6.com, Jakarta - Kabar serbuan tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia belum juga reda. Beredar kabar akan ada 10 juta TKA China yang akan menyerbu Indonesia.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki menilai, isu itu sama sekali tidak masuk akal. Diukur dari berbagai parameter pun tidak mungkin Indonesia bisa mempekerjakan TKA sebanyak itu.
"Satu persen pertumbuhan ekonomi itukan baru bisa nyerap paling banyak 300 ribu orang (tenaga kerja). Kalau ada 10 juta TKA ya angka pertumbuhannya harus 33 persen, dari mana? Jumlah sebesar itu mau diserap di mana? Masak di sektor informal?" kata Teten di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/12/2016).
Bila dilihat, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini hanya 5,1 persen. Di sisi lain, data visa wisata dari Imigrasi dan data TKA China yang dimiliki Kementerian Tenaga Kerja tidak lebih dari 21 ribu orang pekerja asal Tiongkok di Indonesia.
Advertisement
"Apalagi kan juga upah di China itu lebih tinggi daripada kita. Jadi atas alasan apa mereka datang. Bahwa ada pekerja ilegal pasti ada aja, orang Indonesia juga banyak di luar yang ilegal," lanjut Teten.
Berdasar data Bank Dunia upah riil pekerja di Indonesia mencapai USD 367 per bulan dengan laju inflasi 3,58 persen. Sedangkan upah riil pekerja di Tiongkok mencapai USD 529 per bulan dengan laju inflasi 2,3 persen.
Teten menambahkan, Kantor Staf Kepresidenan mendatangi langsung kawasan Morowali yang disebut-sebut menjadi salah satu tempat penyerbuan TKA Tiongkok.
Dari verifikasi lapangan diketahui TKA China di Morowali hanya 600 orang dan sifatnya on-off atau bergantian. Seluruh pekerja sifatnya sebagai tenaga ahli dari teknologi yang digunakan pada industri yang ada di lokasi itu.
Belum lagi, sidak yang dilakukan Menteri Tenaga Kerja Hanif Daghiri terhadap salah satu perusahaan di Cileungsi yang mempekerjakan TKA Tiongkok.
"Jadi menurut saya mestinya masyarakat kritis lah, tidak usah percaya dengan isu-isu negatif seperti itu," pungkas Teten.