CHED ITB-AD Dukung KPAI Sampaikan Catatan Kritis Terkait Kawal RUU Kesehatan

KPAI melalui Pokja KPAI memberikan catatan kritis dengan menyerahkan kertas kebijakan KPAI terhadap penyusunan RUU Kesehatan kepada Komisi IX DPR RI

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jun 2023, 22:58 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2022, 18:36 WIB
KPAI Bertemu Komisi IX DPR RI
KPAI bertemu Komisi IX DPR RI dorong RUU Kesehatan
Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaksanakan pertemuan dengan Komisi IX DPR RI, pada Rabu (7/6). Pertemuan bertujuan untuk pencapaian pembahasan RUU Kesehatan yang saat ini sudah masuk ke tahapan Tim Perumus. 
 
Dalam pertemuan tersebut, KPAI melalui Pokja KPAI memberikan catatan kritis dengan menyerahkan kertas kebijakan KPAI terhadap penyusunan RUU Kesehatan kepada Komisi IX DPR RI. 
 
Center of Human dan Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) melalui Roosita Meilani Dewi selaku Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD dan tergabung dalam Pokja KPAI sebagai perwakilan akademisi turut hadir. Dia turut mengawal penyampaian masukan pasal pada RUU Kesehatan yang dilakukan KPAI.
 
"Kami sangat yakin, apa yang dilakukan oleh KPAI sangat mulia, mengawal RUU Kesehatan pada aspek anak adalah satu upaya untuk menyelematkan generasi bangsa," tegas Roosita yang juga merupakan anggota Pokja KPAI.
 
Roosita menjelaskan kertas kebijakan yang diserahkan KPAI di dalamnya terkait dengan isu-isu krusial berkenaan dengan kesehatan anak.
 
"RUU Kesehatan harus menjadi jembatan pemenuhan hak-hak kesehatan anak di Indonesia untuk memperoleh layanan kesehatan yang aman, bermutu, terjangkau, inklusif, tidak diskriminasi, serta ramah anak, sehingga dapat meminimalisir atau mencegah terjadinya perlambatan tumbuh kembang anak, pemahaman, emosional, dan lainnya," kata dia.
 

Catatan Kritis KPAI

Berikut adalah catatan kritis yang disampaikan KPAI ke DPR saat beraudiensi:
 
1. Materi RUU Kesehatan belum menyentuh hak-hak kesehatan anak untuk memperoleh layanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, inklusif, tidak diskriminasi, serta ramah anak;
 
2. Sasaran transformasi sistem kesehatan masih bersifat umum serta kurang memperhatikan fakta-fakta empiris di masyarakat terkait kondisi kesehatan anak. Transformasi sistem layanan kesehatan memerlukan keseriusan negara agar terarah pada optimalisasi layanan kesehatan untuk menekan tingginya angka kematian neonatal dan stunting;
 
3. Pemenuhan hak dasar atas layanan kesehatan masyarakat perlu memperhatikan tindakan afirmatif sebagai upaya menjawab tantangan pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, serta anak penyandang disabilitas, dalam rangka peningkatan derajat optimal kesehatan, tumbuh kembang, dan produktifitas mereka. Karena itu, RUU Kesehatan perlu memberikan perhatian pada poin-poin berikut:
 
a. Mendorong upaya preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif bagi kesehatan anak sejak dalam kandungan, serta khususnya bagi anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;
 
b. Perlindungan dari kasus-kasus malpraktik medis pada anak dalam memperoleh akses layanan kesehatan;
 
c. Menetapkan subyek hukum pada kasus-kasus kekerasan fisik, emosional, maupun seksual pada anak. Termasuk dalam hal ini adanya jaminan pembiayaan visum dalam, sebagai bentuk advokasi perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyelidikan hukum;
 
d. KPAI juga melihat masih adanya permasalahan krusial dalam perspektif perlindungan anak di bidang kesehatan, seperti penetapan kondisi luar biasa (KLB) dan kompensasi negara pada kejadian-kejadian yang merugikan kesehatan dan berdampak permanen pada anak. Contoh kasus yang mengemuka dalam hal ini adalah kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang dialami oleh lebih dari 326 anak, dimana 204 diantaranya meninggal dunia.
 

Nomor 4 hingga 7

4. Adanya kebutuhan akan jaminan pembiayaan kesehatan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, dan anak penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jaminan pembiayaan kesehatan dimaksud termasuk pada penanganan kasus penyakit katastropik pada anak akibat penyakit genetik berat, disabilitas bawaan, kanker, dan penyakit kelainan khusus lainnya;
 
5. Pengembangan kapasitas unit pendidikan untuk mewujudkan pendidikan inklusi yang ramah anak, khususnya bagi pemenuhan hak kesehatan anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;
 
6. Isu perlindungan anak dari zat-zat adiktif, dimana didalamnya termasuk pengaturan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok;
 
7. Isu-isu lain terkait upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak.
 
Sebagai informasi, sebelum pertemuan dengan Komisi IX DPR, Pokja KPAI telah melaksanakan 3 kali FGD dari 11 Mei, 25 Mei dan 6 Juni 2023. FGD pertama adalah identifikasi permasalahan hak kesehatan dasar anak, FGD Kedua kebijakan dan politik anggaran, dan FGD ketiga pengendalian zat adiktif yang dalam prosesnya melibatkan Kementerian dan lembaga, CSO, NGO dan komunitas.
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya