Liputan6.com, Jakarta - Ojek online beberapa tahun belakangan ini sudah tidak asing di aspal ibu kota Jakarta. Jumlahnya kian menjamur karena beragam keuntungan dan kemudahan dalam menggunakannya.
Pemandangan ini mungkin sudah menjadi hal biasa, berbeda halnya dengan pemandangan yang masih bisa dilihat di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Kendaraan bermotor roda tiga ini rata-rata memiliki panjang sekitar dua meter. Uniknya, bagian belakang pengemudi terdapat bangku busa dengan desain rangka besi serta beratap terpal.
Advertisement
Masyarakat sekitar menyebutnya dengan Motor Betjak atau Mobet. Meskipun Medan, Sumatera Utara, juga memiliki alat transportasi serupa, namun berbeda dengan Jakarta. penumpang Mobet akan terhalang oleh punggung pengemudi. Terpal yang terpasang juga berfungsi sebagi penutup kala hujan ataupun panas layaknya bangku penumpang becak tenaga manusia.
Rata-rata Mobet yang beroperasi ini memiliki ciri khas warna biru. Biasanya, kendaraan ini digunakan untuk bepergian dalam jarak tempuh dekat.
Mobet ini diperkirakan terlahir pada 1970 di wilayah Senen dan Kemayoran, Jakarta Pusat. Meski usianya sudah dibilang tua, tetapi keberadaannya masih memiliki daya tarik untuk digunakan oleh masyarakat.
"Kalau kita enggak terlalu takut adanya transportasi modern, seperti ojek online. Karena kami sudah memiliki pelanggan masing-masing, seperti ibu-ibu mau ataupun pulang dari Pasar Nangka, anak-anak sekolah kadang juga disewa orang percetakan untuk antar barang," ucap pengemudi Mobet, Yudhi kepada Liputan6.com di Jakarta, pekan pertama April 2017 lalu.
Selain Mobet, pada tahun yang sama terdapat salah satu transportasi cukup terkenal di Jakarta yaitu Helicak. Sebutan itu merupakan gabungan dari kata helikopter dan becak. Peluncuran pertama kali saat masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin.
Namun Helicak sendiri tidak dapat bertahan lama. Pada 1987, transportasi dilarang beroperasi. Akibatnya semakin lama, Helicak pelan-pelan menghilang dari jalanan DKI Jakarta.
Bermerek China
Kehadiran Mobet hingga kini masih menjadi lapangan pekerjaan tersendiri bagi sejumlah pengemudinya. Tidak semua pengemudi memiliki hak milik, tetapi ada pula dengan sistem setoran kepada pemilik.
Ciri khas dari Mobet adalah mesinnya yang berasal dari China dengan merek Mahator. Bahkan, terdapat bengkel khusus untuk perawatannya di sekitar Kemayoran.
"Kalau untuk perawatan hampir sama dengan motor-motor lainnya. Jadi tidak terlalu susah, kalau saat ini jumlah Mobet masih sekitar 100 dengan menyebar di beberapa titik pangkalan," ujar pengemudi Mobet, Yudhi.
Pengemudi Mobet juga mengaku tidak dapat melayani penumpang dengan jarak jauh. Sebab, para pengemudi tidak menggunakan penutup kepala atau helm sebagai pelindung sekaligus standar operasional (SOP) dalam berkendara.
"Takut kena tilang juga sama pihak kepolisian. Tapi memang rute kita lebih ke gang-gang sekitar Pasar Nangka, dan untuk ongkos kita enggak patok standar tinggi rata-rata juga sekali tarikan mulai Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu, biasanya penumpang ada yang baik kasih tambahan," jelas Yudhi.
Advertisement