Formappi: DPR Saat Ini Memiliki Kinerja Paling Buruk

Menurut Lucius, angket tersebut digulirkan karena sejumlah anggota DPR diduga terlibat dalam kasus mega korupsi pengadaan e-KTP.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 07 Mei 2017, 18:11 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2017, 18:11 WIB
sidang paripurna
Rapat paripurna DPR masa persidangan IV tahun sidang 2016-2017, Rabu (15/3/2017). (Liputan6.com/Taufiqurrohman)

Liputan6.com, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai DPR periode 2014-2019 adalah lembaga legislatif yang memiliki kinerja paling buruk pasca-reformasi. DPR periode ini dinilai tidak memiliki keseriusan dalam pemberantasan korupsi.

"Formappi menilai DPR kali ini adalah DPR yang berkinerja paling buruk di sepanjang era Reformasi," ujar peneliti Formappi Lucius Karus dalam diskusi yang digelar Jaringan Masyarakat Anti Korupsi (JaMAK) di Jakarta, Minggu (7/5/2017).

Pertama, kata Lucius, DPR dalam periode ini memiliki kelemahan dalam bidang legislasi. Dari 50 rancangan undang-undang (RUU) yang dijadwalkan untuk tahun 2017, baru 2 undang-undang yang disahkan DPR.

Kedua, DPR tidak memiliki keseriusan dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satunya terlihat dari pengesahan hak angket DPR beberapa waktu lalu yang disebut-sebut sebagai upaya DPR untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Melalui hak angket, anggota DPR dianggap meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, politisi Partai Hanura yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Menurut Lucius, angket tersebut digulirkan karena sejumlah anggota DPR diduga terlibat dalam kasus mega korupsi pengadaan e-KTP. Dia menilai, hak angket digunakan DPR sebagai senjata untuk menutupi kinerjanya yang buruk.

"Kalau kami lihat, spirit pemberantasan korupsi sudah mati di DPR. Sebagai lembaga atau secara sistemik dengan kebijakannya, mereka ingin memelihara sistem yang korup," kata Lucius.

Rencana hak angket digulirkan Komisi III DPR untuk menanyakan kepada KPK terkait tata kelola dokumentasi dalam proses hukum penindakan dugaan korupsi. Di antaranya soal terjadinya pembocoran dokumen dalam proses hukum seperti berita acara pemeriksaan (BAP), sprindik, dan surat pencekalan.

Hak angket KPK telah disetujui DPR melalui rapat paripurna. Fahri Hamzah yang memimpin rapat telah mengetuk palu tanda hak angket disetujui, meskipun ada sejumlah partai yang menolak usulan tersebut antara lain Partai Gerindra, Demokrat, PKB, PKS, dan PPP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya