Liputan6.com, Yogyakarta - Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta masyarakat menghormati keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memvonis Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok selama 2 tahun. Ia mengajak masyarakat menghormati keputusan tersebut, karena mewakili rasa keadilan.
"Ada yang tidak puas masih anggap yang ringan maksimal 5 tahun, tapi pembela Pak Basuki ini ada proses terlalu tinggi. Saya kira ini harus dihormati," ujar dia di hotel Ina Garuda, Yogyakarta, Rabu (10/5/2017).
Sementara itu Ahok juga memiliki kesempatan untuk melakukan langkah hukum selanjutnya yaitu banding. Menurutnya langkah Ahok mengajukan banding merupakan hal setiap warga negara.
Advertisement
"Itu hak yang bersangkutan, hak hukum yang tidak puas dengan putusan hakim," ujar dia.
Haedar mengimbau warga Muhammadiyah menahan diri dan tidak perlu melakukan hal di luar hukum. Sementara itu, ia mengharapkan pendukung Ahok legowo menerima vonis tersebut.
Ia berharap tidak perlu ada aksi lagi seperti yang dilakukan pendukung Ahok yang berjalan hingga malam hari. "Hormati hukum menahan diri dan tidak terlibat aksi yang mengganggu kepentingan publik dan kembali berbangsa dan bernegara dengan semangat keberbedaan," ujar dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama.
"Memperhatikan Pasal 156a huruf a KUHP dan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa olah karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto, di Jakarta, Selasa (9/5/2017).
Selanjutnya, kata dia, memerintahkan agar terdakwa ditahan, menetapkan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum berupa nomor satu dan seterusnya dan barang bukti yang diajukan oleh penasihat hukum berupa nomor satu dan seterusnya, seluruhnya tetap terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berkas perkara, membebankan kepada terdakwa (Ahok) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.