Suami Inneke Koesherawati Bisa Divonis Maksimal di Suap Bakamla?

Pengadilan Tipikor Jakarta akan menggelar sidang putusan terkait kasus dugaan suap di Bakamla, dengan terdakwa Fahmi Darmawansyah.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 24 Mei 2017, 10:08 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2017, 10:08 WIB
20170110-Fahmi-Darmawansyah-HA1
Direktur Utama PT. MTI, Fahmi Darmawansyah usai diperiksa penyidik KPK, Jakarta, Selasa (10/1). Fahmi diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor Jakarta akan menggelar sidang putusan terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan terdakwa Dirut PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah. Persidangan suami artis Inneke Koesherawati ini digelar pada Rabu (24/5/2017).

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Mudzakir, menilai, bisa saja majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal sesuai Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. 

Pasal tersebut berbunyi: 

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. 

"Prinsipnya, semua hakim bisa memutus melebihi apa yang mereka (jaksa) tuntut. Yang dituntut (jaksa) itu kan ancer-ancer keadilan dalam menjatuhkan pidana menurut jaksa," tutur Mudzakir saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Terlebih lagi, kata dia, KPK menolak status justice collaborator (JC) kepada Fahmi.

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Fahmi dengan hukuman pidana empat tahun penjara. Penolakan status JC itu dinilai oleh karena Fahmi terbukti nyata telah menyuap pejabat Bakamla.

Dalam amar tuntutan jaksa, Fahmi terbukti memberikan suap kepada empat pejabat di Bakamla. Suap yang diberikan oleh Fahmi untuk kepentingan bisnisnya agar perusahaan miliknya mendapat proyek di Bakamla.

Atas perbuatannya, Fahmi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya