Bacaan Doa Terlanjur Ghibah Lengkap Beserta Arti, Mohon Ampunan

Artikel ini membahas doa tobat bagi yang terlanjur ghibah, lengkap dengan arti, tata cara, dan langkah-langkah pencegahan agar tidak mengulanginya.

oleh Fitriyani Puspa Samodra Diperbarui 05 Apr 2025, 10:30 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2025, 10:30 WIB
bagaimana cara menghindari ghibah
Doa Terlanjur Ghibah ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali terjebak dalam perbincangan yang tanpa disadari mengarah pada ghibah. Aktivitas yang dikenal juga dengan istilah “gosip” atau “rumpi” ini tampak sepele, namun sejatinya membawa dampak besar, baik secara spiritual maupun sosial. Dalam ajaran Islam, ghibah atau menggunjing merupakan perbuatan yang sangat tercela, karena melibatkan pembicaraan mengenai keburukan atau kekurangan orang lain di belakangnya.

Sering kali, dorongan untuk bergunjing muncul dari perasaan iri dan dengki yang tidak disadari. Meskipun dilakukan dalam suasana santai bersama teman, perbuatan ini tetap tergolong dosa yang harus diwaspadai.  Lebih dari sekadar dosa personal, ghibah juga merusak tatanan sosial, mencederai kehormatan seseorang, dan menimbulkan keretakan dalam hubungan. 

Sayangnya, karena begitu halus dan umum terjadi, ghibah kerap dianggap ringan dan diabaikan. Padahal, dalam pandangan Islam, ini adalah tindakan yang tidak memiliki manfaat dan sangat dibenci oleh Allah.

Maka, ketika seseorang telah terlanjur melakukan ghibah, penting untuk segera menyadari kekeliruannya dan memohon ampun kepada Allah. Salah satu bentuk taubat tersebut adalah dengan membaca doa terlanjur ghibah sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampunan.

Lalu, bagaimana seharusnya doa itu dipanjatkan? Berikut ulasan lengkapnya, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Sabtu (5/5/2025).

Apa Itu Ghibah dalam Pandangan Islam?

Dalam Islam, ghibah atau menggunjing adalah perbuatan yang sangat tercela dan dilarang keras. Ghibah tidak hanya menyangkut perkataan, tetapi juga dapat dilakukan melalui tulisan, isyarat, atau bahasa tubuh yang menyampaikan keburukan seseorang kepada orang lain. Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar menjelaskan bahwa ghibah adalah tindakan membicarakan aib atau kekurangan orang lain, baik sifatnya benar maupun tidak, yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dibicarakan.

Ghibah menjadi perbuatan yang perlu dihindari oleh seorang muslim karena perbuatan ini menyangkut kehormatan dan martabat sesama Muslim. Bahkan, mendengarkan ghibah pun termasuk perbuatan yang diharamkan. Jika seseorang mampu mencegahnya namun tidak melakukannya, maka ia pun ikut menanggung dosa.

Larangan Ghibah dalam Al-Qur’an dan Hadits

Larangan tentang ghibah ditegaskan dalam QS Al-Hujurat ayat 12, yang artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."

Ayat ini menggunakan perumpamaan yang sangat kuat: orang yang melakukan ghibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri—tindakan yang jelas menjijikkan dan hina. Perumpamaan ini menggambarkan betapa buruk dan menjijikkannya ghibah dalam pandangan Allah SWT.

Rasulullah SAW pun memperingatkan umatnya mengenai bahaya ghibah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, disebutkan bahwa ketika Nabi ditanya tentang ghibah, beliau bersabda:

“Jika apa yang engkau katakan memang benar, maka engkau telah berbuat ghibah. Namun, jika tidak benar, maka engkau berbuat fitnah.” (HR Abu Daud, no. 4231)

Hadis ini menegaskan bahwa meskipun informasi yang disampaikan tentang orang lain itu benar, tetap saja tergolong sebagai ghibah jika disampaikan tanpa sepengetahuan dan ridha orang tersebut. Sedangkan jika yang disampaikan itu tidak benar, maka termasuk fitnah, yang dosanya lebih besar lagi.

Dalam buku Wanita-wanita yang Dimurkai Nabi karya Muhammad Syakur, disebutkan bahwa ghibah hanya mengundang kebencian dan merugikan orang lain. Seorang Muslim seharusnya menjadi penjaga aib saudaranya, bukan justru membuka dan menyebarkannya. Menjaga lisan dan menghormati sesama adalah bagian dari keimanan.

Ghibah merusak hubungan sosial, menghilangkan kepercayaan, dan menciptakan permusuhan. Lebih dari itu, dosa ghibah juga membawa beban berat di akhirat. Oleh sebab itu, umat Islam diingatkan untuk selalu menjaga diri, menghindari prasangka, dan tidak mencampuri urusan pribadi orang lain.

Doa Terlanjur Ghibah 

Ketika seseorang menyadari telah melakukan ghibah, penting untuk segera berhenti dan memohon ampun kepada Allah SWT, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang yang telah dighibahi. Salah satu bentuk taubat dari dosa ghibah adalah dengan membaca doa berikut.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُ

Allahummaghfir lanaa wa lahuu

Artinya: Ya Allah, ampunilah kami dan ampunilah dia (orang yang dighibahi).

Doa ini berasal dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Al-Da’awat al-Kabir, dari sahabat Anas bin Malik. Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya sebagai kafarat (penebus) ghibah adalah kamu memohon ampunan untuk orang yang telah kamu ghibahi dengan mengucapkan: 'Allahummaghfir lanaa wa lahuu.'” (HR. Al-Baihaqi)

Hadis ini menegaskan bahwa salah satu cara menebus kesalahan karena telah menggunjing seseorang adalah dengan mendoakan kebaikan dan memohonkan ampun bagi orang tersebut. Ini adalah bentuk pengakuan bahwa perbuatan ghibah adalah salah, serta ikhtiar untuk memperbaiki hubungan dan menjaga hak-hak sesama Muslim.

Dengan membaca doa ini, seorang Muslim menunjukkan bahwa ia tidak ingin menumpuk dosa, serta berusaha mengembalikan kehormatan orang yang telah ia gunjingkan, meskipun hanya lewat doa. Hal ini juga mencerminkan sifat tawadhu' (rendah hati) dan kesungguhan bertaubat, yang sangat dianjurkan dalam Islam.

Doa ini menjadi pengingat bahwa ghibah bukanlah perkara ringan. Bahkan, permintaan ampunan untuk orang lain menjadi bagian dari kafarat, atau bentuk pertanggungjawaban moral seorang Muslim atas lisan dan perbuatannya.

Perintah Menjaga Diri dari Perbuatan Ghibah dalam Islam

Dalam ajaran Islam, menjaga lisan adalah bagian dari penjagaan diri dan merupakan kewajiban yang sangat ditekankan. Seorang Muslim diperintahkan untuk hanya mengucapkan hal-hal yang bermanfaat, dan menahan diri dari berkata yang sia-sia, apalagi yang merugikan orang lain seperti ghibah (menggunjing). Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ghibah, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai ayat dan hadis, adalah perbuatan yang sangat dilarang karena merusak kehormatan dan menyakiti hati orang lain. Bahkan, Allah SWT mengibaratkan orang yang bergunjing seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati (QS Al-Hujurat: 12)—sebuah gambaran yang menunjukkan betapa kejinya perbuatan tersebut.

Al-Qur'an secara tegas mengingatkan manusia bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulut akan dicatat oleh malaikat:

"Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat." (QS Qaf: 18)

Ayat ini menjadi pengingat bahwa tidak ada ucapan yang luput dari pengawasan Allah SWT. Ucapan yang dianggap ringan, seperti berbicara tentang orang lain, bisa jadi memiliki konsekuensi berat di sisi Allah.

Hal ini ditegaskan pula dalam QS An-Nur: 15, yang memperingatkan umat Islam agar tidak menyebarkan berita atau informasi yang belum jelas kebenarannya:

"Kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu masalah besar."

Ayat ini relevan sekali dengan kebiasaan ghibah yang sering terjadi karena dorongan ingin menyampaikan kabar, menanggapi gosip, atau bahkan sekadar bercanda, namun berujung pada merusak nama baik orang lain.

Berprasangka buruk kepada sesama adalah salah satu jalan yang digunakan setan untuk memancing manusia ke dalam perbuatan dosa. Pikiran negatif, jika tidak dikendalikan, bisa berubah menjadi ucapan yang melukai orang lain. Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk mengenali bisikan setan, dan menghindari celah yang bisa menjerumuskan pada ghibah.

Jika mengetahui kesalahan atau kekurangan saudara seiman, lebih baik menyampaikannya secara pribadi dan bijaksana, bukan menyebarkannya kepada orang lain. Inilah bentuk kasih sayang dan adab dalam Islam.

Untuk menjaga diri dari ghibah, seorang Muslim dianjurkan untuk selalu menanamkan keyakinan dalam hati: "Allah selalu bersamaku, Allah selalu menyaksikanku, dan Allah selalu melihatku."

Kesadaran ini menjadi benteng diri dari berbagai dosa lisan, termasuk ghibah. Dengan mengingat bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang tersembunyi maupun yang tampak, maka seseorang akan lebih berhati-hati dalam berkata-kata.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya