Alasan PTUN Jakarta Tolak Permohonan GKR Hemas soal OSO

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) GKR Hemas terhadap Mahkamah Agung.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 08 Jun 2017, 13:17 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2017, 13:17 WIB
20170608-ptun-jakarta-dpd
Majelis hakim PTUN Jakarta tolak permohonan GKR Hemas terkait pengambilan sumpah Ketua DPD. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) GKR Hemas terhadap Mahkamah Agung (MA). Hakim Ketua Ujang Abdullah menyatakan pengambilan sumpah Oesman Sapta Odang atau OSO sebagai Ketua DPD tidak mengandung unsur rekayasa.

"Bahwa tindakan pengambilan sumpah itu tak mengandung unsur fiktif karena sudah ada tindakan sebelumnya oleh termohon, Oesman Sapta," ujar Ujang di PTUN Jalan Sentra Primer Timur, Jakarta Timur, Kamis (8/6/2017).

Menurut dia, pemohon tidak dapat membuktikan tudingan itu sesuai dengan Peraturan MA Nomor 5 tahun 2015.

"Dengan demikian permohonan fiktif positif tak ada kepentingannya untuk pihak ketiga," sambung Ujang.

Dia mengatakan, dugaan adanya unsur fiktif itu terpatahkan karena Oesman tidak memiliki kewajiban atau perlakuan hukum apapun kepada pemohon. Ini sesuai dengan Pasal 250 Undang-Undang MD3.

Selain itu, majelis hakim berpendapat pengambilan sumpah DPD oleh MA tak dapat termasuk dalam aktivitas pejabat dalam melaksanakan fungsi pemerintahan di lingkup lingkungan yudikatif. Ini sesuai Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.

"Karena aktivitas di MA adalah terkait pengangkatan kepegawaian dan pemberhentian pegawai dan hakim, termasuk aktivitas organisasi," kata Ujang.

Oleh karena itu, hal ini tidak bisa dijadikan dasar tuntutan.

"Karena pengambilan sumpah DPD oleh MA tak masuk dalam pasal tersebut, maka majelis hakim sependapat dengan pendapat ahli Yusril Ihza Mahendra bahwa tindakan pengambilan sumpah oleh Wakil Ketua MA tak dapat dijadikan objek sengketa di PTUN karena tindakan seremonial ketatanegaraan," ucap Ujang.

Majelis hakim menilai, meski pengambilan sumpah berimplikasi hukum, tetapi yang dapat diambil pertanggungjawaban hukumnya adalah keputusan konstitutif dalam penetapan terpilihnya Pimpinan DPD. Ini sesuai Pasal 54 UU Administrasi Negara. Berdasarkan rangkaian itu, majelis hakim berkesimpulan formalitas hukum yang diajukan oleh Ratu Hemas terkait permohonan fiktif positif, tak terpenuhi.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya