Kemenkominfo dan MUI Sosialisasi Tolak Konten Negatif di Medsos

MUI mengatakan sosialisasi terkait fatwa mengenai penggunaan media sosial sedang gencar dilakukan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 09 Jun 2017, 18:34 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 18:34 WIB
20160220-Ketua-KPAI-Asrorun-Niam-Sholeh-Jakarta-YR
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah meluncurkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui media sosial.

Bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), kedua instansi tersebut telah menyosialisasikan agar masyarakat semakin sadar dengan hiruk pikuk konten negatif di medsos.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh menyampaikan, langkah itu bertujuan sebagai pendorong umat Islam agar dapat berhubungan sosial dengan baik melalui medsos.

"Tidak mungkin menghindari medsos. Hanya saja, potensi kerusakan bisa dicegah," tutur Asrorun Niam dalam acara diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2017).

Untuk itu, saat ini sosialisasi terkait fatwa tersebut sedang gencar dilakukan. Tentunya, para ulama merasa prihatin dengan perkembangan konten medsos yang tidak hanya berdampak positif, tapi juga banyak memberikan efek negatif.

"Setelah fatwa ini launching Senin kemarin, banyak pertanyaan muncul. Pertama, apa ini fatwa untuk membantu pemerintah ya? Tidak, ini bentuk tanggung jawab ulama. Permasalahan di media sosial bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi seluruh elemen termasuk ulama dan keulamaan," jelas dia.

Menkominfo Rudiantara menambahkan, pihaknya berharap adanya fatwa tersebut mampu membuat umat Islam menggunakan media sosial secara bijak dan dewasa.

"Dalam Undang-Undang ITE sebetulnya tugas pemerintah itu boleh diringkaskan ada dua. Pertama, melakukan sosialisasi edukasi literasi. Dan yang kedua, melakukan pembatasan akses atau pemutusan akses terhadap (penyalahgunaan) dunia maya ini. Sesuai rekomendasi dari MUI, kami akan menjalankan dua ini," ujar dia.

"Kalau lihat Undang-undang ITE, konotasinya masalah selesai dengan pembatasan akses atau pemblokiran. Padahal pemblokiran saja tidak akan efektif. Itu akan efektif jika di hilir juga. Tidak hanya di hulu tapi juga di hilir. Pembatasan akses dan bagaimana sosialisasi literasi yang salah satunya berdasarkan Fatwa MUI, bagaimana bermuamalah medsosiah," Rudiantara menandaskan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya