Liputan6.com, Jakarta - Mahasiswa dari berbagai universitas berunjuk rasa menolak hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di depan gedung DPR. Mereka adalah Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Komunitas Jaga Indonesia, dan Gerakan Antikorupsi Lintas Perguruan Tinggi.
"Penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas KPK oleh DPR yang diinisiasi permintaan Komisi III ke KPK, untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota DPR Miryam S Haryani, dikhawatirkan bisa menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi e-KTP yang sedang ditangani KPK," ujar Ketua Umum Iluni UI Arief Budhy Hardono saat unjuk rasa, Jumat (7/7/2017).
Senada dengan Arief, Sekjen Iluni UI Andre Rahadian mengatakan, pihaknya memastikan kasus korupsi e-KTP dan kasus-kasus besar lainnya dapat diselesaikan KPK tanpa intervensi.
Advertisement
Karena itu, kata Andre, Iluni UI dan BEM UI melakukan unjuk rasa dengan tema "Tolak Intervensi, Berantas Korupsi".
"Ada lima pernyataan dan tuntutan kami. Yang pertama, menolak dengan tegas intervensi pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan, baik dari pemerintah, DPR, ataupun partai politik," kata dia.
Kedua, Andre melanjutkan, menolak semua upaya pelemahan pemberantasan korupsi meliputi dan tidak terbatas pada hak angket dan revisi Undang-Undang KPK.
"Yang ketiga, mendesak KPK untuk menuntaskan proses hukum kasus korupsi e-KTP, dengan menetapkan semua pelaku sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan jaksa sebagai tersangka dengan segera," kata dia.
Keempat, kata Andre, mendesak KPK segera menuntaskan proses hukum kasus-kasus besar lainnya seperti BLBI, Century, Pelindo, Reklamasi Teluk Jakarta, Sumber Waras, dan lainnya.
"Dan kelima, mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengambil sikap yang tegas dalam melawan upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan memimpin terdepan dalam agenda penegakan hukum pemberantasan korupsi," Andre menandaskan.
Tantang Pimpinan DPR
Dalam orasinya, Koordinator Gerakan Antikorupsi Lintas Perguruan Tinggi Rudi Johanes mengatakan, aksi kali ini adalah untuk menuntut pembubaran Pansus Hak Angket KPK.
Rudi bahkan menantang Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon, untuk menemui para pendemo.
"Mana Fahri Hamzah, mana Fadli Zon? Saya enggak takut," kata Rudi saat berorasi.
Rudi menilai, kedua pimpinan DPR itu merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan Pansus Hak Angket KPK di Parlemen.
Pantauan Liputan6.com, unjuk rasa ini diikuti sekitar 100 orang. Mereka berteriak agar Pansus Hak Angket KPK dibubarkan. Unjuk rasa damai ini tidak mengganggu arus lalu lintas di depan Gedung DPR.
Sebelumnya, Fahri Hamzah menilai keberadaan KPK sebagai lembaga seminegara atau nonstruktural sudah tidak diperlukan. Menurut dia, lembaga-lembaga tersebut sebetulnya sudah tidak diperlukan karena fungsi dan tugasnya sudah ada di dalam lembaga inti negara.
"Lembaga-lembaga ini sebetulnya sudah tidak diperlukan karena pada dasarnya negara telah mengalami konsolidasi demokrasi dan penguatan institusinya secara baik," ujar Fahri di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa 4 Juli 2017.
Oleh karena itu, ia meminta Presiden Joko Widodo untuk membubarkan KPK, karena sudah ada aparat kepolisian dan kejaksaan yang melakukan penegakan hukum untuk kasus-kasus korupsi.
Sementara, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku sejak awal Fraksi Gerindra tidak mendukung adanya Pansus Hak Angket KPK.
"Kalau saya sendiri sebagai bagian dari Fraksi Gerindra punya sikap dari awal tidak sepakat dengan hak angket ini, tetapi kalau kita tidak mengirimkan wakil maka kita juga tidak punya hak suara, tidak punya opini di dalam panitia itu," kata Fadli saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 13 Juni 2017.
Walau demikian, Fadli menilai pansus hak angket KPK harus bekerja sesuai mekanisme yang diatur dalam undang-undang. "Kalau soal dinamika, biasalah saya kira di DPR ada dinamika yang seperti itu," pungkas dia.
Dukung Pansus Hak Angket KPK
Pada hari yang sama, Akademisi Ibnu Chaldun (AIC) Jakarta menemui Pansus Hak Angket KPK. Kedatangan mereka yang diterima secara tertutup itu, justru dalam rangka memberikan dukungan kepada Pansus Hak Angket KPK.
"Kami memberi dukungan penuh kepada Pansus Hak Angket KPK, untuk melakukan salah satu fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh KPK RI. Karena KPK adalah institusi negara yang menerima dana APBN dan harus diawasi," ujar Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Musni Umar, usai pertemuan tertutup dengan Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.
Musni menjelaskan, dalam mewujudkan pemerintah yang bersih atau clean government, pihaknya mendesak KPK dan penegak hukum lain agar melakukan penindakan tanpa pandang bulu, baik di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
"Kami mendukung sepenuhnya upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum berdasarkan asas-asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum," ujar dia.
Sehingga, Musni berharap, dengan adanya Pansus Hak Angket KPK dapat memastikan pemberantasan korupsi di lembaga antirasuah itu dilakukan secara jujur, adil, dan tidak tebang pilih.
"Sehingga hukum tegak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan membuat KPK semakin kukuh di masa depan," kata dia.
Kedatangan AIC Jakarta ini diterima oleh tim Pansus Hak Angket KPK, di antaranya Agun Gunandjar Sudarsa, Risa Mariska, Masinton Pasaribu, John Kennedy Aziz, dan Misbakhun.
Saksikan video menarik berikut ini: