Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pereira menegaskan, partainya mendukung penuh langkah Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur yang melaporkan akun media sosial atas nama Dhandy Dwi Laksono ke Polda Jawa Timur.
"(DPP PDI Perjuangan) mendukung (langkah Repdem)," ujar Andreas di Jakarta, Jumat (8/9/2017).
Karena itu, kata dia, polisi hendaknya dapat menindaklanjuti laporan tersebut. Petugas dapat meminta keterangan dari yang bersangkutan terkait postingan dalam akun Facebook-nya.
Advertisement
"Meminta polisi untuk menindaklanjuti laporan ini," tegas Andreas.
Dewan Pimpinan Daerah Relawan Perjuangan (Repdem) Jawa Timur sebelumnya menggeruduk Polda Jatim melaporkan Dandhy Dwi Laksono yang telah diduga telah menghina Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo.
Dandhy Dwi Laksono diduga telah mengunggah tulisan di media sosial Facebook miliknya yang menyamakan kepemimpinan Ketua Umum PDI Perjuangan dengan Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi. Utamanya dalam mendukung kekerasan terhadap rakyat.
"Kalau Bu Mega disudutkan dengan pernyataan mendukung adanya kekerasan terhadap masyarakat Papua saat memenangkan Jokowi dalam Pilpres. Ini jelas menghina dan memfitnah. Kami sebagai organisasi sayap partai tidak bisa menerima," ujar Ketua DPD Repdem Jatim Abraham Edison, Rabu 6 September 2017.
Respons Dandhy
Dalam alur tulisannya, Dandhy memulai paragrafnya dengan menyandingkan kedua tokoh perempuan itu. "Pada paragraf berikutnya, Dandhy menuliskan kegeraman atas peristiwa pembantaian terhadap etnis Rohingya. Lalu mencari persamaan dengan gaya kepemimpinan Megawati," ungkap Abraham.
Laporan ujaran kebencian tersebut disampaikan sekitar 25 orang perwakilan DPD Repdem Jatim di Cyber Crime, Polda Jawa Timur. Mereka juga membawa bukti tercetak dari akun Facebook pihak yang dilaporkan menghina Megawati itu.
"Kami berharap agar polisi segera mengusut dan menangkap pelaku tersebut. Pasalnya, dengan dugaan ajaran kebencian ini, muruah Megawati sebagai Ketua Umum partai dinilai dijatuhkan secara personal," Abraham menandaskan.
Menanggapi laporan tersebut, Dandhy menilai banyak persoalan lain yang menuntut perhatian publik lebih besar. Dia mencontohkan kriminalisasi petani Kendeng, peringatan 13 tahun pembunuhan Munir, dan krisis kemanusiaan Rohingya.
Namun, dia tidak bisa menutupi keterkejutannya. Dandhy tidak menyangka pendapatnya ditanggapi di ranah hukum.
"Alih-alih mendapat kiriman artikel bantahan atau perspektif pembanding, yang datang justru kabar pemolisian," imbuhnya.
Dia mengaku akan menanggapi pelaporan itu dengan terukur. Dandhy dan rekan-rekannya tengah mengumpulkan informasi terkait pelaporan atas dirinya.
"Yang sedang kami lakukan adalah mengumpulkan informasi apakah ini semata sikap reaksioner sekelompok partisan politik yang memanfaatkan 'pasal-pasal karet' dalam UU ITE dan KUHP, atau sebuah varian represi baru bagi kebebasan berpendapat tanpa mengotori tangan dan citra kekuasaan," tulis Dandhy.
Dandhy menambahkan, ia mafhum pelaporan ini telah memicu keresahan umum yang daftar korbannya telah dan bisa lebih panjang. Karena itu, baginya, ini harus disikapi melampaui kasus individu yang butuh mediasi atau perdamaian. Sebab, menurut dia, memang tak ada yang perlu dimediasi atau didamaikan dari tulisan itu.
"Secara pribadi, saya tidak pernah punya masalah dengan kelompok partisan itu atau pihak yang mungkin menggerakkannya. Karena itu, sekali lagi, respons dan pernyataan yang lebih terukur sedang disusun oleh kawan-kawan yang mendampingi kasus ini, " tulis Dandhy di akun Facebook-nya.
Saksikan tayang video menarik berikut ini: