Pansus: KPK Cenderung Melenceng dari KUHAP

Selain aspek kelembagaan, Agun menyebut, ada juga aspek kewenangan. Dalam aspek kewenangan, setidaknya ada 11 temuan.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 27 Sep 2017, 02:03 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2017, 02:03 WIB
Pansus Angket KPK Beri Laporan di Sidang Paripurna DPR
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar bersalaman dengan pimpinan Sidang Rapat Paripurna Fahri Hamza saat menyerahkan hasil laporan Pansus di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Hak Angket KPK) hari ini menyampaikan laporan hasil kerjanya pada rapat paripurna DPR.

Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar menyebutkan, setidaknya ada enam kelompok besar aspek penyelidikan.

Selain aspek kelembagaan, Agun menyebut, ada juga aspek kewenangan. Dalam aspek kewenangan, setidaknya ada 11 temuan.

Pertama, kata Agun, pansus menduga kerap ada ketidakpatuhan KPK terhadap peraturan perundang-undangan.

"KPK cenderung melenceng dari KUHAP dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Bahkan, KPK melanggar dari ketentuan, peraturan, ataupun kesepahaman yang dibuat atau ditandatangani sendiri," ujar Agun dalam paripurna di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 September 2017.

Kedua, lanjut Agun, pansus menduga banyak pelanggaran prosedur hukum acara yang seharusnya menjadi acuan. Pelanggaran ini seringkali terjadi di lapangan.

"Masyarakat pencari keadilan seringkali melaporkan bahwa KPK kerap melanggar hak asasi manusia dan hak warga negara di muka hukum. Prosedur hukum dan upaya paksa seperti penyitaan, penggeledahan, dan penahanan seringkali melanggar Hukum Acara Pidana," papar dia.

Ketiga, sambung Agun, pansus juga menduga KPK seringkali melanggar ketentuan dalam pengumpulan alat bukti. Bahkan, diduga KPK memaksa dengan merekayasa alat bukti, seperti alat bukti saksi sebagaimana pengakuan saksi NPT (Niko Panji Tirtayasa).

"Yang keempat, dugaan adanya pelanggaran HAM dengan penggunaan kekerasan flsik, pada saat melakukan tugas dan kewenangannya untuk menangkap seseorang," kata dia.

Kelima, lanjut Agun, penggunaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dinilai pansus tidak sesuai Pasal 1 butir 19 KUHAP, sehingga OTT KPK secara hukum dapat dikatakan tidak sah, karena belum memiliki payung hukum yang jelas.

"Selanjutnya, pansus menduga proses penyadapan sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (Putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010) dan UU Nomer 19 Tahun 2016, yang mengatur bahwa penyadapan harus diatur dalam peraturan tersendiri. Namun, seringkali diduga kewenangan penyadapan ini malah disalahgunakan untuk kepentingan tersendiri," dia memaparkan.

Terakhir, Agun menyebut pansus menduga KPK juga menafsirkan sendiri mangenai kewenangan eksekusi, yang tidak sama sekali diatur kewenangan KPK di dalam ketentuan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tidak Menyampaikan Kesimpulan Hasil

Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyampaikan kesimpulan hasil rekomendasi kerjanya dalam rapat paripurna hari ini.

Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar menjelaskan alasannya yaitu karena belum datangnya lembaga antirasuah memenuhi panggilan pansus.

"Pansus belum dapat membuat kesimpulan bahkan belum dapat beri rekomendasi karena belum bertemu subjek (KPK). Tidak adil bahwa kami mengambil keputusan sepihak, perlu konfirmasi dan klarifikasi pihak terkait," ujar Agun dalam paripurna di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (26/9/2017).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya