Dasar Hukum Mendagri Tunjuk 2 Jenderal Polisi Jadi Plt Gubernur

Kapuspen Kemendagri Arief M Edie menjelaskan, usulan serupa pernah juga terjadi, yaitu di Sulawesi Barat dan Aceh.

oleh Putu Merta Surya PutraIka Defianti diperbarui 25 Jan 2018, 21:05 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2018, 21:05 WIB
Cek Kesiapan Pilkada Serentak 2018, Mendagri Sambangi Kantor Bawaslu
Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) bersama ketua Bawaslu, Abhan (kiri) saat menyambangi kantor Bawaslu di Jakarta, Selasa (9/1). Menurut Tjahjo, pihaknya dapat terlibat dalam pengawasan pelaksanaan Pilkada tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Mendagri Tjahjo Kumolo mengusulkan dua jenderal kepolisian berpangkat inspektur jenderal untuk mengisi kekosongan kursi gubernur di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara. Ini argumen hukum Tjahjo terkait usulannya itu.

Adapun dua nama jenderal tersebut adalah Asisten Operasi Kapolri Irjen M Iriawan dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin.

Iriawan akan menggantikan Ahmad Heriawan yang akan lengser 13 Juni mendatang. Sementara Irjen Martuani Sormin akan menggantikan Tengku Erry yang habis massa kepemimpinannya pada 17 Juni 2018.

"UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 201 berbunyi, untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat pejabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ucap Tjahjo saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (25/1/2018).

Selain itu, masih kata dia, dasar yang lain yaitu Permendagri Nomor 1 Tahun 2018. Aturan itu mengatur tentang cuti diluar tanggungan negara.

"Pasal 4 ayat (2): Pejabat Gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkungan pemerintah pusat/provinsi," jelas Tjahjo.

Dia pun menyebut pemilihan polisi sebagai Plt Gubernur pernah dilakukan. Kapuspen Kemendagri Arief M. Edie menjelaskan, preseden tersebut terjadi di Sulawesi Barat dan Aceh. Dua provinsi tersebut tergolong rawan.

"Beberapa waktu yang lalu di Sulbar dan Aceh yang masuk kategori rawan juga dijabat oleh Irjen Carlo Tewu dan Aceh oleh Mayjen Sudarmo. Untuk daerah yang masuk kategori rawan, dibutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik. Sehingga dimungkinkan untuk jabatan tersebut," tutur Arief.

 

Jamin TNI/Polri Netral

Asops Kapolri Irjen Pol Iriawan memeriksa kesiapan petugas (Liputan6.com / Nefri Inge)
Asops Kapolri Irjen Pol Iriawan memeriksa kesiapan petugas (Liputan6.com / Nefri Inge)

Sementara itu, Tjahjo mengatakan alasan pemilihan Plt dari kalangan kepolisian adalah untuk menjamin netralitas di Pilkada Serentak 2018.

"TNI, Polri, Kemendagri, ASN, harus netral. Tahun lalu ada TNI, ada Polri juga netral. Maka aman Pilkada," ucap Tjahjo saat dikonfirmasi, Kamis (25/1/2018).

Dia menyebut, Irjen Iriawan dan Irjen Martuani, belum tentu mengisi kekosongan di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Karena hal itu bergantung keputusan presiden. Dan saat ini Kemendagri masih menunggu keputusan tersebut.

"Tunggu Keppres-nya," ujar Tjahjo.

Dia pun menjelaskan, pendekatan keamanan dijadikan alasan untuk memilih 2 perwira itu. Tidak ada hal lain.

"Pendekatan stabilitas dan gelagat kerawanan. Tidak mungkin semua Eselon I Kemendagri jadi Plt, ada 17 Provinsi. Maka saya ambil dari instansi lain dan Wagub yang tidak maju Pilkada dan belum habis masa jabatannya," Tjahjo memungkasi.

 

Fadli Zon Anggap Ada Keanehan

Fadli Zon
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, hadir di reuni aksi 212. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menganggap ada keanehan terkait penunjukan dua perwira tinggi Polri yang akan menjadi Plt di Jabar dan Sumut.

Fadli menyarankan agar Kemendagri dapat merevisi keputusan itu. Kata dia, seharusnya dapat digantikan oleh seorang Sekretaris Daerah (Sekda) atau pejabat lainnya yang mumpuni.

"Saya kira ini ada suatu keanehan dalam penunjukan oleh Mendagri dan seharusnya bisa merevisi," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2018).

Menurut dia dengan adanya keputusan itu akan menimbulkan berbagai keraguan masyarakat akan pelaksanaan Pilkada yang transparan, bersih, jujur dan demokratis. Bahkan Fadli menilai hal itu dapat menimbulkan suatu kegaduhan baru.

"Ini bisa mengarah pada suatu Pilkada curang, dengan mengerahkan mesin birokrasi dan sebagainya. Jadi kenapa orang yang ditunjuk yang tidak ada kaitan atau tidak lazim, saya kira harus ditolak," papar dia.

Ia melanjutkan bila kerawanan Pilkada menjadi penyebab utama, seharusnya menjadi tanggung jawab jawab pihak Kepolisian bukan gubernur. Sebab, Plt Gubernur hanyalah bertugas menjalankan pemerintahan.

"Itu saya kira logikanya harus diselaraskan, bahwa untuk pengamanan bukan urusan Plt gubernur," jelas Fadli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya