Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendapat kado valentine dari DPR. Sebab tepat pada 14 Februari 2018, Pansus Angket KPK akan membacakan hasil rekomendasinya di rapat paripurna.
Namun, terserah pada KPK akan menggunakan 'kado' tersebut atau tidak. Ketua DPR, Bambang Soesatyo, berjanji pihaknya tidak akan memaksa KPK untuk menerima rekomendasi dari pansus angket. Terlebih, memang tidak ada aturan yang mengikat soal pelaksanaan rekomendasi tersebut.
Baca Juga
"Enggak apa-apa, karena rekomendasi sifatnya tidak mengikat. Silakan juga tidak menjalankan," ujar Bamsoet beberapa waktu lalu.
Advertisement
Beda halnya dengan pendapat mantan Pimpinan Pansus Hak Angket KPK Masinton Pasaribu. Dia menilai KPK harus melaksanakan rekomendasi pansus. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi dasar pemikirannya.
"Dengan ditolak nya gugatan atau judicial review-nya penggugat, maka pansus angket sah dan seluruh rekomendasi nya mengikat kepada KPK dan wajib dilaksanakan," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018).
Pada putusan MK, DPR memiliki kewenangan untuk menggunakan hak angket untuk KPK.Â
MK memperbolehkan DPR menggunakan hak angket untuk KPK, dengan pertimbangan, Pasal 79 ayat 3 UU MD3 jelas menyebutkan bagaimana hak angket itu menunjukkan fungsi parlemen.
"Secara prinsip mengenai pengaturan hak angket tersebut, membenarkan apa yang sesungguhnya menjadi fungsi parlemen, yaitu mempertanyakan dan mempersoalkan kebijakan pemerintah," ucap Hakim Anwar Usman.
Tidak disebutkan soal kewajiban KPK melaksanakan rekomendasi MK. Namun, DPR bisa memanggil KPK untuk meminta penjelasan soal kebijakannya. Walaupun, pada akhirnya, pansus memutuskan tidak akan memanggil KPK.
"Tidak (akan panggil), dalam konteks Pansus Angket sekarang sudah selesai," kata Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Taufiqulhadi di Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Â
Â
Tanggapan KPK
Wakil Ketua KPK, Laode Syarif mengungkapkan kekecewaannya atas putusan MK yang memperbolehkan DPR melakukan hak angket untuk lembaganya. Terlebih lagi, putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat. Padahal dalam putusan MK sebelumnya menyatakan lembaga antirasuah bukan bagian dari eksekutif.
"KPK menghormati putusan tersebut, tetapi meskipun demikian, kami merasa agak kecewa dengan putusannya karena judicial review itu ditolak," kata Laode.
Untuk hasil rekomendasi itu, Agus membantah telah menerima secara resmi rekomendasi dari Pansus Hak Angket KPK. Dia mengaku belum menerima hasil tersebut.
"Kami belum menerima secara resmi. Jadi kalau di koran lalu kita komentari kan enggak pas. Jangan-jangan itu bukan," ucap Agus di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan membicarakan putusan MK terlebih dahulu sebelum bertindak. Hasil pembahasan itu akan berpengaruh pada sikap KPK, dan bagaimana juga relasi KPK dengan DPR khususnya dengan pansus hak angket.
Satu hal yang perlu diingat dalam pertimbangan putusan tersebut, kata Febri, yaitu soal wewenang pengawasan DPR yang tidak bisa masuk ke penanganan perkara oleh KPK.
"Dalam pertimbangan hakim, di mana hakim menegaskan bahwa kewenangan pengawasan DPR tidak bisa masuk pada proses yudisial yang dilakukan KPK," kata dia.
Proses yudusial yang dimaksud adalah penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Febri menuturkan bahwa proses yudisial KPK harus berjalan independen.
"Proses yudisial ini harus berjalan secara independen dan pengawasannya sudah dilakukan oleh lembaga peradilan, mulai dari proses praperadilan, pengawasan horizontal sampai dengan proses berlapis di pengadilan tipikor tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi," jelas dia.
Advertisement