Liputan6.com, Jakarta - Kepergian Probosutedjo meninggalkan kesan tak terlupakan bagi warga Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Sosok yang sukses, tak membuat Prabosutedjo lupa akan kulitnya.Â
Probosutedjo yang tinggal di ibu kota itu disebutnya tidak pernah memandang sebelah mata masyarakat di desanya.
"Dia adalah orang yang sederhana," ujar Bibit (78), warga Kemusuk, Bantul, Senin (26/3/2018).
Advertisement
Dia menuturkan ada sejumlah bukti kesederhanaan Probosutedjo. Pertama, Probosutedjo tidak pernah membeda-bedakan orang. Siapa pun yang ingin bertemu dengannya, selalu ditemui.
"Kedua, Probosutedjo orang yang apa adanya. Cara berpakaiannya sederhana dan tidak pernah menilai orang dari materi," ujar dia.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Sosok Dermawan
Ketiga, Probosutedjo sosok yang dermawan. Dia membantu warga desa membangun pagar bumi supaya masyarakat tidak perlu memperbaiki pagar setiap bulan.
"Keempat, Probosutedjo juga aktif di kegiatan religi di kampungnya. Setiap Iduladha, ia rajin menyumbangkan sapi untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar," ungkap Bibit.
Kelima, Probosutedjo sangat memperhatikan pendidikan. Sepanjang 1970, dia membangun sekolah dari jenjang SD sampai SMA. Tujuannya, supaya setiap orang bisa bersekolah karena saat itu daya tampung sekolah negeri di desa minim.
"Balai desa juga yang bangun Probosutedjo," kata Bibit.
Â
Advertisement
Bangun Pemakaman Korban Perang
Pensiunan guru SMA ini mengaku bertetangga dengan Probosutedjo sejak kecil. Usia mereka terpaut 9 tahun. Namun, ia justru akrab berbincang dengan Probosutedjo setelah adik dari Soeharto itu hijrah ke Jakarta.
"Saya sempat disuruh ke Jakarta membicarakan pupuk organik untuk pertanian," ujar dia.
Bibit mengaku kakak sepupunya justru lebih dulu akrab dengan Probosutedjo semasa Agresi Militer Belanda II.
Probosutedjo juga meminta Bibit untuk membangun pemakaman khusus korban perang. Pemakaman Somenggalan yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Probosutedjo ternyata dibangun atas inisiatifnya.
"Saya yang mengumpulkan jasad-jasad yang sudah dikubur di permakaman umum, ada 86 makam ketika itu," ucap Bibit.