Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ilham Akbar Habibie, menyoroti pentingnya reindustrialisasi sebagai strategi fundamental dalam memperkuat daya saing dan kedaulatan ekonomi suatu negara.
Dia menilai, industrialisasi bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan yang tidak bisa diabaikan oleh negara manapun, termasuk Indonesia.
Advertisement
Salah satu contoh nyata dari pentingnya reindustrialisasi dapat dilihat dari langkah Amerika Serikat yang kini tengah berupaya membawa kembali industri-industri yang sebelumnya telah di outsourcing ke luar negeri.
Advertisement
Meskipun pendekatan yang digunakan Amerika dapat menimbulkan perdebatan terutama soal keadilan dan dampaknya terhadap mitra dagang lainnya, tetapi filosofi di baliknya tetap relevan, yakni negara tidak bisa menjadi kuat tanpa industri yang kuat.
"Menarik sekali kalau kita menganalisa, mengapa itu terjadi? Karena Amerika Serikat pun mau reindustrialisasi, karena dia mau mengembalikan industri yang tadinya sudah keluar, yang mau seolah-olah, caranya mungkin kita tidak sepakat gitu ya, tapi filosofi di bagian itu adalah reindustrialisasi," kata Ilham dalam diskusi bersama media, di kantor PII, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Ilham Habibie menilai, Amerika Serikat menyadari bahwa tanpa fondasi industri yang kokoh, keberlangsungan kekuatan nasional menjadi rapuh. Oleh karena itu, melalui penerapan kebijakan tariflah Trump berupaya memperluak industrinya.
"Sekarang, Amerika Serikat, dia mau mengembalikan yang tadinya dia sudah outsource, dia mau mengembalikan dengan cara yang mungkin kita tidak sepakat, mungkin ada yang mengatakan itu salah, itu juga bukan win-win tapi win-lose gitu ya, seolah dia menang sendiri, dia mendominasi yang lemah," jelasnya.
Pentingnya Tingkatkan Kualitas SDM
Ilham juga menekankan pentingnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam proses reindustrialisasi. Uang atau kekayaan sumber daya alam tidak serta-merta menjamin keberhasilan industrialisasi jika tidak diiringi dengan pengembangan SDM yang kompeten, terutama di bidang teknik dan teknologi.
Ia mencontohkan negara-negara di Timur Tengah yang meskipun kaya secara finansial, namun belum mampu membangun industri yang kuat karena kurangnya tenaga ahli dan inovator lokal.
"Kita mau punya uang segudang juga gak akan bisa kalau kita tidak punya SDM. Contoh mana? Negara-negara di Timur Tengah, mereka banyak sekali uangnya. Apakah dia punya industri? Kita langsung bisa jawab ya, gak ada. Gak ada yang sukses. Yang penting adalah manusia. Yang penting adalah orang yang punya keahlian, diantaranya insinyur," jelasnya.
Advertisement
Tiongkok Sukses Melakukan Industrialisasi
Contoh lain datang dari Tiongkok. Dulu, produk-produk seperti motor dari negara tersebut sering dianggap kurang berkualitas. Namun kini, mobil-mobil buatan Tiongkok tak hanya mampu bersaing dari segi harga, tetapi juga dari sisi kualitas dan performa. Transformasi ini terjadi karena investasi besar-besaran dalam penguatan sektor industri dan SDM.
"Dulu kita ketawa-ketawa kalau kita beli misalnya motor dari China dulu gagal besar. Sekarang kita beli mobil dari Cina, kita dapatnya dua kali, bagus. Bisa bersaing harga, kualitas, performance. Bagaimana rasanya? Kenapa? Karena dia memang industrinya kuat, tapi bagaimana caranya? Yang penting adalah SDM," ujarnya.
Bagi Indonesia, tujuan besar telah dicanangkan menjadi negara industri maju pada tahun 2045, bertepatan dengan perayaan 100 tahun kemerdekaan. Ilham menegaskan tanpa langkah konkret menuju reindustrialisasi, visi tersebut hanya akan menjadi mimpi.
"Tidak ada negara maju di dunia ini yang tidak punya industri. Kalau ada yang mengatakan bisa, menurut saya itu mimpi,” pungkasnya. Dengan demikian, dorongan terhadap reindustrialisasi dan penguatan peran insinyur dalam pembangunan nasional harus
