Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan menjadi sorotan. Kata dalam bentuk umpatan dilontarkannya kepada lembaga negara, Kementerian Agama.
Rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Jaksa Agung HM Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 28 Maret 2018 kemarin diwarnai makian 'bangsat'. Kata itu mengalir dari mulut Arteria saat membahas kasus penipuan ibadah umrah.
"Berikutnya mengenai masalah travel yang bodong tadi, Pak. Saya satu komisi satu bulan sama ini, Pak, ini masalah dapil, Pak. Yang dicari jangan kayak tadi Bapak lakukan inventarisasi, pencegahannya, Pak. Ini Kementerian Agama 'bangsat', Pak semuanya, Pak," kata Arteria di lokasi.
Advertisement
Arteria mengaku sudah berulang kali mengingatkan penanganan kasus penipuan ibadah umrah ke Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin. Namun, ia tidak mendapat jawaban yang pasti terkait penanganan kasus tersebut.
Sehari setelahnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melayangkan keterangan tertulis. Dia mendesak Arteria meminta maaf agar menghindari permasalahan yang semakin rumit.
"Sebaiknya yang bersangkutan bersedia menyampaikan permohonan maaf atas ungkapkannya itu," kata Lukman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Ungkapan kemarahan sudah biasa diterima Lukman dari jajaran Kementerian Agama di berbagai daerah. Hanya saja, pernyataan Arteria dengan menggunakan kosakata itu dinilai mengecewakan. Menurutnya, 'wakil rakyat yang terhormat' itu terlalu berlebihan menggunakan hak imunitasnya.
"Meski dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, apakah patut dan pantas seorang wakil rakyat yang terhormat menggunakan kosakata seperti itu yang dialamatkan ke pemerintah (Kemenag)?" jelas Lukman.
Bukan hanya Kemenag yang pernah kena cibir Arteria Dahlan. Lembaga negara lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun merasakan.
Sentil KPK
Arteria sempat sinis dalam rapat dengar pendapat dengan KPK di Ruang Rapat Komisi III pada Senin 11 September 2017. Pernyataan nyeleneh keluar dari lisan anggota Pansus Angket KPK itu, saat membuka sesi tanya jawab dengan menginginkan para komisioner KPK memanggil para anggota dewan dengan kata 'Yang Terhormat'.
"Pak Jokowi ketemu kami, dia katakan Yang Terhormat. Pak Kapolri juga mengatakan Yang Mulia. Saya menunggu tadi dari lima komisioner tidak pernah terucap anggota dewan yang terhormat," ujar Arteria.
Dia merasa selama menjalani rapat di parlemen, baru kali ini jajaran wakil rakyat tersebut tidak dipanggil dengan sapaan 'Yang Terhormat'. "Baru kali ini saya tidak pernah mendengar kata 'Yang Terhormat' atau 'Yang Mulia' untuk anggota DPR," kata dia.
Hanya saja, para komisioner KPK yang hadir saat itu di antaranya Agus Rahardjo, Laode Syarif, Saut Situmorang, dan Basariah Pandjaitan, enggan menanggapi. Mereka lebih fokus kepada pertanyaan yang dilontarkan Arteria.
Ā
Advertisement
Menantang Ketua BNN
Ketua Badan Narkotika Nasional (BNN) yang baru yakni Irjen Heru Winarko juga sempat ditantang Arteria. Dia menyinggung betapa sejahteranya KPK saat melakukan operasi penindakan. Berbeda dengan BNN yang serba kekurangan.
"Saya ingin sampaikan Pak Heru Winarko, bedanya KPK itu kewenangannya begitu melimpah, semua sarprasnya tersedia dengan baik, mewah dia. Sedangkan di BNN ini, Bapak harus prihatin," ucap Arteria.
Heru Winarko yang sebelumnya bertugas di KPK sebagai Direktur Penindakan pun diminta beradaptasi. Jangan sampai malah di bawah kepemimpinannya, prestasi yang ditorehkan BNN malah merosot.
Seperti soal pendanaan, untuk setahun, BNN hanya mendapatkan biaya pemberantasan sebesar Rp 70 juta. Sementara, KPK memiliki anggaran Rp 850 miliar per satu satuan kerja.
"Saya ingin menantang Pak Heru, bisa enggak (Pimpin BNN). Kalau di KPK pasti bisa. Kalau di sini tempatnya agak lumayan nih. Belantara ini, terjal, dan ini mata airnya enggak ada. Dari pucuk pimpinan tertinggi sampai rakyat main narkoba," terang dia.
Arteria Dahlan sendiri merupakan seorang pengacara sekaligus pemilik Kantor Hukum Arteria Dahlan Lawyers. Pria kelahiran Jakarta 7 Juli 1975 itu adalah Ketua Badan Bantuan Hukum dan Advokasi DPP PDIP.
Kariernya sebagai kuasa hukum di antaranya menangani rentetan politikus PDIP yang terkena perkara pilkada. Seperti Rieke Dyah Pitaloka dan Teten Masduki terkait pemilihan Gubernur Jawa Barat, AA Ngurah Puspayoga dalam pemilihan Gubernur Bali, juga Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi dalam pemilihan Gubernur Sumatera Utara.
Arteria dilantik menjadi Pejabat Antar Waktu atau PAW DPR periode 2014-2019 pada 23 Maret 2015. Dia menggantikan Djarot Syaiful Hidayat yang didapuk menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama.
Selama periode itu, Arteria duduk di Komisi II yang membidangi Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur & Reformasi Birokrasi dan Kepemiluan.
Arteria memang meniti kariernya dari bidang hukum. Dimulai dari Kantor Hukum Hutabarat, Halim & Rekan di tahun 2000 sampai menjadi Partner di Kantor Hukum Bastaman & Co di tahun 2006. Masuk 2009, Arteria mendirikan kantor hukum sendiri yakni Kantor Hukum Arteria Dahlan Lawyers. Dia aktif beorganisasi di asosiasi pengacara dan menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP Serikat Pengacara Indonesia (DPP SPI).
Pria 43 tahun itu juga aktif menjadi advokat dalam kasus dan organisasi yang sarat dengan konflik. Dia juga merupakan Kuasa Hukum Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) dan diperbantukan dalam Tim Legal Sekretariat PSSI (2006-2009) dan menjadi Legal Advisor Komite Normalisasi PSSI (2011).
Pada pertengahan Juni 2017, Arteria resmi bertugas di Komisi VIII DPR yang membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan. Tidak lama setelah itu, sejak 11 September 2017, dia mulai bertugas di Komisi III yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan.
Ā