PPATK Minta DPR Segera Sahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal

Ketua PPATK menjelaskan, ada beberapa hal alasan mengapa RUU tersebut harus segera terealisasikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Apr 2018, 12:31 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2018, 12:31 WIB
PPATK Undang KPK, Menkumham dan DPR Bahas Transaksi Uang Kartal
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin (kiri) berfoto bersama Menkumham Yasona Laoly, Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan), dan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (kanan) usai diskusi di gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4).(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keungan (PPATK) Kiagus Ahmad meminta kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. RUU tersebut sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

"Kita berharap rancangan undang-undang ini dapat cepat menjadi undang-undang dengan bantuan Ketua DPR RI Bambang Sosatyo," kata Kiagus saat membuka acara desinasi RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal di Kantor PPATK, Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018).

Dia menjelaskan ada beberapa hal alasan mengapa RUU tersebut harus segera terealisasikan. Pertama, berdasarkan analisis ditemukan tren pengunaan uang kartal untuk menyulitkan asal-usul sumber dana dan memutus pelacakan aliran dana.

"Dengan ada rancangan tersebut dapat mengurangi biaya percetakan uang," kata Kiagus.

Kiagus juga menjelaskan penetapan rancangan UU itu juga akan membayar lunas janji sebagai nawacita Jokowi-JK. Selanjutnya, adanya pergeseran kebiasaan transaksi perbankan oleh sebagian masyarakat yang semula melakukan transfer transaksi itu dan transaksi perbankan lainnya menjadi transaksi tunai berupa setor tunai dan tarik tunai.

"Keempat, transaksi penggunaan uang kartal tidak sejalan dengan tujuan less cashless society di mana dilakukan dalam jumlah besar. biasanya di atas Rp 500 juta. Kurang aman, mempersulit pelacakan transaksi yang dilakukan," kata Ketua PPATK itu.

Eliminasi Gratifikasi Suap

PPATK Undang KPK, Menkumham dan DPR Bahas Transaksi Uang Kartal
Suasana diskusi yang diikuti oleh Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo di gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kemudian, kata dia pembatasan transaksi yang menggunakan uang kartal juga mendukung bank channel. Salah satunya kata dia, mensejajarkan diri negara kita dengan negara maju.

"Pertimbangan keenam pengaturan pembatasan transaksi uang kartal mendorong dan mendidik masyarakat untuk mengoptimalkan penggunaan jasa perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya," papar Kiagus.

Selain itu kata Kiagus, peraturan mengenai pembatasan transaksi uang kartal sejalan pengaturan dalam rangka menjaga keselamatan sistem pembayaran.

"Pembatasan transaksi uang tersebut dapat mengeliminasi sarana yang dapat digunakan untuk melakukan gratifikasi suap dan pemerasan," ungkap dia.

 

Finalisasi

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengaku RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal sudah dalam tahap finalisasi. RUU  ini dibahas sejak 2014 yang melibatkan beberapa pihak yaitu Bank Indonesia, PPATK, akademisi, dan partisi keuangan.

"Kami di DPR siap saja. Sudah diedarkan drafnya kepada para menteri dan kami akan membahasnya. Dan pembahasannya akan dibahas di Komisi III," kata Bambang di kantor PPATK.

Sementara menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, sejak 2017 pihaknya sudah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo dan sudah masuk kembali ke pihak Bank Indonesia.

"Sekarang menunggu paraf para menteri. Dan ditunda atau tidak ini di DPR," kata Yasonna.

Dia mengatakan, RUU tersebut memiliki peranan penting dan strategis agar pemerintah memiliki integritas.

"Karena UU ini punya peranan penting dan strategis untuk pemerintahan yang lebih bersih, mengurangi lalu lintas uang yang tidak jelas, lalu lintas uang cash," kata Yasonna.

 

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya