Perludem Dukung KPU Terbitkan Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg

Titi menyayangkan bila beberapa fraksi di parlemen menolak gagasan dari lembaga pimpinan Arief Budiman tersebut.

oleh Ika Defianti diperbarui 17 Apr 2018, 20:33 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2018, 20:33 WIB
Aktivis Parodikan Pertemuan Pansus Hak Angket KPK dengan Napi Korupsi
Sejumlah aktivis memparodikan peristiwa pertemuan anggota Pansus Hak Angket KPK dengan para narapidana kasus korupsi di depan Gedung KPK, Jakarta, Minggu (9/7). Mereka mengkritisi pertemuan tersebut. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus tetap konsisten, meskipun rancangan PKPU mengenai larangan mantan narapidana korupsi mendaftar sebagai calon legislatif (caleg) menuai pro-kontra.

Titi menyebut, rancangan tersebut merupakan bentuk optimisme terhadap kualitas Pemilu 2019 yang lebih baik.

"Yang perlu dilakukan oleh KPU justru tetap konsisten untuk membuat pengaturan ini, karena publik dan masyarakat mendukung KPU. Maka KPU harus tetap melanjutkan pengaturan ini," kata Titi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2018).

Dia menyebut suatu hal yang lumrah bila ada upaya gugatan hukum mengenai rencana pelarangan untuk narapidana korupsi ini. Tak hanya itu, Titi menyebut pengaturan yang tidak kontroversial saja masih berkesempatan untuk digugat.

"Bagi kami karena gagasan KPU mengatur ini adalah sesuatu yang positif, progresif dan memang jadi aspirasi banyak orang, jadi tidak perlu mundur hanya khawatir digugat secara hukum," ucap Titi.

Karena itu, dia menyayangkan bila beberapa fraksi di parlemen menolak gagasan pelarangan narapidana korupsi dari lembaga pimpinan Arief Budiman tersebut. Padahal, secara positif hal tersebut dapat dijadikan sebagai instrumen pengembalian kepercayaan publik kepada partai politik atau parpol.

"Bisa juga menyelamatkan masyarakat dari pilihan yang bermasalah. Publik bisa saja apatis, parpol ramai-ramai menolak gagasan ini karena bisa saja itu diartikan penolakan pada upaya untuk memperkuat gerakan antikorupsi," jelas Titi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tetap Akan Melarang

Setya Novanto
Terdakwa korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto disela-sela sidang pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4). Sebelumnya, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara dan denda satu milyar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, KPU menegaskan tetap akan mencantumkan larangan mantan narapidana korupsi mendaftar sebagai calon legislatif atau caleg di Pemilu 2019 dalam PKPU. Langkah itu dilakukan meski DPR dalam rapat dengar pendapat menyatakan ketidaksetujuan.

Komisioner KPU Wahyu mengatakan keputusan tersebut diambil dalam rapat pleno KPU. Di sana, menurut dia, disepakati pencantuman larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg.

"Perlu diketahui bahwa forum tertinggi di KPU itu pengambilan keputusan tetap di pleno. Sehingga suara kelembagaan yang paling tinggi," kata Wahyu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 16 April 2018.

Dia menyebut rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kemendagri, Bawaslu dan Komisi II tidaklah mengikat. Apalagi, lanjut dia, KPU memiliki kewenangan untuk membuat PKPU berdasarkan UU Pemilu.

"Jadi kalau pertanyaannya bagaimana jika dalam rapat konsultasi tidak mencapai titik temu? Iya kita kembali kepada tugas masing-masing (lembaga)," papar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya