PDIP Sayangkan Ada Serikat Buruh Ikut Berpolitik Praktis

Menurut Ribka keterlibatan serikat buruh dalam politik praktis selain dapat mengundang politik transaksional, juga hanya akan melemahkan gerakan buruh itu sendiri.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Mei 2018, 01:10 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2018, 01:10 WIB
Hari Buruh 2018
Para buruh menggelar karnaval dan deklarasi saat Perayaan Peringatan Hari Buruh Sedunia, Jakarta, Selasa (1/5). Mereka juga menuntut Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kematian bagi seluruh Rakyat Pekerja Indonesia. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR ari Fraksi PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning menyayangkan masih adanya serikat buruh yang melakukan politik praktis dengan mendukung calon presiden tertentu dalam aksi Hari Buruh Sedunia.

"Beberapa serikat buruh mulai berpolitik praktis dengan dimulai mendukung salah satu pasangan dalam Pilgub DKI, bahkan dengan menggunakan taktik isu SARA, dan sekarang, ada serikat buruh mendukung salah satu bakal calon presiden untuk Pemilu 2019," ujar Ribka di Jakarta, Selasa, 1 Mei 2018.

Ribka mengatakan keterlibatan serikat buruh dalam politik praktis selain dapat mengundang politik transaksional, juga hanya akan melemahkan gerakan buruh itu sendiri.

"Harusnya gerakan buruh menjadi kekuatan politik alternatif, ditengah peran parpol yang tidak maksimal dalam memperjuangkan kepentingan kaum pekerja," kata Ribka seperti dilansir dari Antara. 

Ribka mengingatkan sejarah peringatan May Day, adalah peringatan kemenangan kaum buruh memperjuangkan tuntutan delapan jam bekerja sehari, pada tahun 1886 di Amerika Serikat.

 


Dimulai Saat Reformasi

Hari Buruh 2018
Buruh menggelar karnaval dan deklarasi saat Perayaan Peringatan Hari Buruh Sedunia, Jakarta, Selasa (1/5). Salah satu isi maklumatnya terpenuhinya Lima Jaminan Sosial, yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di Indonesia, kata Ribka, May Day sudah diperingati sebelum Republik Indonesia berdiri sampai orde lama.

Sementara pada masa orde baru peringatan May Day dilarang, hingga pada tahun 1995 buruh yang melakukan peringatan itu ditangkap dan mengalami sejumlah tindak kekerasan dari aparat masa itu, seperti ditabrak motor trail, dipukul dan ditendang.

Kemudian, lanjut dia, memasuki reformasi, buruh boleh berserikat dan melakukan aksi mogok kerja. Di era reformasi pula tumbuh banyak serikat buruh yang berani menuntut haknya.

"Era keterbukaan politik adalah jembatan bagi gerakan buruh untuk membesar dan mampu memperjuangkan hak-hak pekerja," jelas dia.

Ribka menilai serikat buruh semestinya tidak berpolitik praktis. Dia menekankan masih banyak "pekerjaan rumah" bagi gerakan buruh, seperti menuntut penghapusan buruh outsourcing, menolak upah murah (penghapusan PP No 78Tahun 2015), menolak kriminalisasi buruh, hingga menuntut pengusutan kembali kasus kematian Marsinah.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya