Kekhawatiran Imparsial Bila Unsur Politik Masuk di RUU Terorisme

DPR dan pemerintah berdebat panjang tentang definisi frasa terorisme dalam revisi Undang-undang Terorisme.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mei 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2018, 08:00 WIB
Direktur Imparsial Al Araf
Direktur Imparsial Al Araf (kanan) memberikan keterangan seputar 12 tahun kasus Munir di Jakarta, Selasa (6/9). Imparsial mendesak Presiden Jokowi segera menindaklanjuti hasil temuan penyelidikan TPF kasus Munir. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengingatkan agar masuknya unsur politik dalam definisi di RUU Terorisme tidak menjadi kontraproduktif. Ia khawatir masuknya unsur tersebut malah membuat penegakan hukum terhadap aksi terorisme malah tumpul.

"Hati-hati masukkan motif politik, karena pemerintah sendiri yang sulit untuk jelaskan ke level politik, akhirnya tidak bisa mengejar jaringan (teror)," ujar Al Araf, Selasa (22/5/2018).

Ia menilai, idealnya perumusan makna teroris diasosiasikan dengan unsur teror. Sebab, selama ini tanpa ada mempertimbangkan unsur politik dari definisi terorimse saja, Densus 88 kesulitan melakukan penindakan terhadap jaringan.

"Hati-hati masukkan politik, yang dijelaskan unsur-unsur kejahatan, ancaman, teror," imbuhnya.

Seperti diketahui, DPR dan pemerintah berdebat panjang tentang frasa terorisme dalam revisi Undang-undang tersebut. Definisi itu termaktub dalam Pasal 1 angka 1 draf Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini.

Bunyi pasal tersebut saat diajukan yakni,"Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini".

DPR ingin definisi terorisme memasukkan unsur politik. Artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan melakukan terorisme jika merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.

Pelaku juga harus dibuktikan memiliki atau terlibat dalam suatu jaringan kelompok teroris. Sementara pemerintah menilai, tak perlu ada unsur politik dalam definisi terorisme itu.

 

Pasal 43

Tak hanya masalah unsur politik dalam definis terorisme yang dikritil Imparsial. Al Araf juga mempersoalkan pasal 43 c yang mencontohkan pihak yang rentan terhadap paham terorisme adalah pelajar, mahasiswa, dan tokoh agama.

Dia menilai seharusnya tidak perlu dirinci penyebutannya. "Diganti aja cukup setiap orang, di pasal 43C, bisa diperbaiki sangat singkat,"

Saksikan video pilihan di bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya