Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penutut Umum (JPU) mendatangkan seorang ahli bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam sidang lanjutan kasus ujaran kebencian dengan terdakwa Ahmad Dhani.
Saksi bernama Setyo Untoro dihadirkan untuk memberikan keterangan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/7/2018).
Dalam persidangan, Ahmad Dhani mengeluh. Sebab keterangan saksi dinilai memberatkan dirinya sebagai terdakwa.
Advertisement
Saat itu, Ahmad Dhani diminta berbicara oleh Ketua sidang, Ratmoho, terkait keterangan yang disampaikan saksi. Namun, Dhani justru balik bertanya.
"Jadi ini saksi yang memberatkan saya atau yang meringankan saya," tanya Dhani kepada Ratmoho.
Ratmoho pun menjawab. "Ini adalah saksi dari JPU, nah nanti ada giliran saksi Anda yang meringankan. Ada waktunya," ucap Ratmoho.
Pernyataan Ratmoho ini langsung ditimpali oleh Dhani. "Saya merasa saksi memberatkan saya," kata dia sambil tertawa.
Dhani pun memberikan pendapatnya mengenai sosok saksi yang dinilainya kurang sesuai dengan kasus yang menimpanya.
"Saksi ahli bahasa ini adalah saksi bahasa formal, padahal Twitter dan lainnya itu adalah saksi bahasa informal. Sedangkan bahasa Twitter itu adalah bahasa informal. Misalnya kalau saya ngetwit pakai huruf besar semua, kadang kalau saya marah hurufnya juga besar semua," papar Dhani.
"Jadi kalau disesuaikan dengan formal, kadang-kadang kaidah-kaidah dalam bahasa baku jadi lain maknanya. Saya hanya ingin menyampaikan itu saja," lanjut Dhani.
Penjelasan Saksi
Sebelumnya, Setyo berpendapat mengenai ketiga cuitan yang dipersoalkan tersebut. Di antaranya dari sisi konteks.
"Dari sisi konteks, tiga cuitan ada kaitan antara kalimat sebelum dan sesudahnya. Jadi menurut saya saling berkaitan," ujar Setyo.
Lalu, dari kemiripan, Setyo menilai ada semacam kemiripan ketiga cuitan tersebut. Salah satunya penggunaan huruf.
"Tiga cuitan Ahmad Dhani menggunakan huruf kapital," ujar dia.
Selain itu, kata Setyo, salah satu cuitan Ahmad Dhani bahkan ada yang bermuatan negatif. Dia melihat pada kata bajingan.
"Cuitan kedua soal bajingan, itu ada makna negatif ada kata bajingan. Karena itu kata umpatan," papar dia.
Sedangkan, cuitan lainnya bermakna netral. "Kalimat pertama netral, memang pada saat itu menjadi kasus. Kalimat ketiga juga demikian. Bahwa penista agama ini bertentangan dengan sila pertama," Setyo menandaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement