Liputan6.com, Jakarta - Temuan mengejutkan dirilis Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dua pekan jelang masa pendaftaran calon presiden pada 4-10 Agustus 2018 mendatang. Dalam salah satu hasil surveinya terungkap, pemilih Jokowi cenderung menginginkan Ketua Umum Prabowo Subianto sebagai cawapres.
"Sekitar 12,7 pemilih Jokowi menyebutkan Prabowo sebagai cawapres paling tepat untuk mendampingi Joko Widodo," kata peneliti LIPI Wawan Ichwanudin saat memaparkan hasil survei di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (19/7/2018).
Jumlahnya memang tidak besar. Tapi persentase itu cukup membuat Prabowo memuncaki daftar cawapres ideal versi pemilih Jokowi.
Advertisement
Posisi kedua diduduki Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (11 persen), mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo (10,2 persen), Agus Harimurti Yudhoyono (8,1 persen).
Nama Mahfud MD yang santer diisukan menjadi cawapres Jokowi di posisi ketujuh dengan elektablitas 3,3 persen. Di bawah wapres Jusuf Kalla (7,2 persen), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (6,7 persen), serta Muhaimin Iskandar (4,7 persen).
Selain itu ada nama Cagub Jabar terpilih Ridwan Kamil (2,1 persen), Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo (2 persen), dan Menkeu Sri Mulyani (2 persen).
Pemilih Jokowi, dalam riset LIPI, mencapai 58,2 persen atau 1.223 responden. Survei dilaksanakan pada 19 April sampai 5 Mei 2018 dengan wawancara tatap muka.
Total responden survei 2.100 orang diambil dengan metode multistage random sampling. Margin of error survei sebesar kurang lebih 2,14 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Peneliti politik LIPI, Syamsuddin Harris menilai, faktor elektabilitas Prabowo yang lumayan tinggi kemungkinan menjadi pertimbangan para pemilih Jokowi. Kombinasi Jokowi dan Prabowo akan menjadi pasangan sangat kuat dari sisi elektabilitas.
Kegamangan Prabowo maju menjadi calon presiden juga menjadi faktor lain. Selama ini, menurut Harris, retorika Prabowo untuk maju menjadi calon presiden belum tegas. Begitu pula siapa figur kandidat calon pendampingnya bila memutuskan maju.
"Mungkin publik mengusulkan atau mempersepsikan, menginginkan ya sudah, (Prabowo) jadi wakilnya Jokowi saja," kata Harris saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (19/7/2018).
Ia menilai, peluang Prabowo dan Jokowi bergabung masih terbuka. Sebab, tak ada yang tak mungkin dalam politik. "Enggak ada alasannya karena dalam politik itu semua bisa terjadi," ujarnya.
Meski demikian, bagi Harris, idealnya Jokowi berkompetisi melawan Prabowo. Bila keduanya bergabung, muncul kekhawatiran pasangan itu akan melawan kotak kosong.
Kondisi semacam itu tak sehat bagi perkembangan demokrasi. Kultur persainganlah yang membuat demokrasi menjadi dinamis.
"Biarkan saja pak Prabowo sebagai penantang. Ya kalau bersanding dengan Prabowo, (Jokowi) sudah jelas menang," kata Harris.
Beda Sikap Gerindra dan PKS
Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menuding, survei LIPI berusaha menggiring opini seolah Prabowo lebih cocok menjadi wakil Jokowi. Ini dianggapnya upaya delegitimasi Prabowo sebagai calon presiden.
Menurutnya, realitas politik membuat Jokowi dan Prabowo tak mungkin bersatu. "Prabowo tetap maju presiden," tegasnya kepada Liputan6.com.
Gerindra pede dengan peluang Prabowo menjadi presiden. Riset internal Gerindra menunjukan elektabilitas Prabowo melejit mengalahkan Jokowi. "Hasil survei tingkat elektabilitas Jokowi itu tinggal 26 persen," kata Arief.
Lain halnya dengan PDIP. Partai banteng bermoncong putih itu tak menutup kans koalisi Jokowi-Prabowo.
"Dalam politik, setiap peluang dan semua opsi pasti dijajaki. Kita lihat saja," kata Ketua DPP PDIP Hendrawan Supraktino kepada Liputan6.com.
Menurutnya, semakin mendekati tengat pendaftaran calon presiden, tekanan terhadap partai politik untuk menentukan arah koalisi menguat. Dalam situasi seperti itu, petahana akan berada di posisi paling kuat.
Hendrawan mengakui komunikasi kepada Prabowo memang dibangun. Hanya saja, PDIP tidak menempatkannya pada opsi utama.
"Apalagi di partai kami, nama-nama yang masuk Daftar Pendek dan Daftar Prioritas sepenuhnya kewenangan Ketum," ia berujar.
Yang jelas, kini sudah ada nama prioritas cawapres Jokowi. Jumlahnya antar 3-5 orang. "Siapa saja mereka, saya tidak tahu," Hendrawan memungkasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Jokowi-Prabowo Diterima Publik
Bukan kali ini saja wacana Jokowi bersanding dengan Prabowo mengapung ke permukaan. Awal tahun lalu, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pernah menjajaki peluang pasangan alternatif.
SMRC, melalui surveinya, menguji respons publik dalam bila Jokowi-Prabowo dipasangkan. Hasilnya cukup mengejutkan.
Sebanyak 66,9 persen responden penelitian memberikan tanggapan positif. Hanya 28,4 persen yang menyatakan ketidaksetujuan.
SMRC bukan sekali saja menawarkan opsi bersandingnya dua rival itu. Hal serupa juga dilakukan pada tiga periode survei sepanjang 2017. Menurut Direktur SMRC, Djayadi Hanan, kurvanya terus menunjukkan tren positif.
"Mei 2017, 48,1 persen setuju, berbanding 32,1 persen yang tidak. Lalu survei kami pada September 59,1 persen setuju ini meningkat, dengan 25,1 persen yang tidak," jelas dia dalam pengumuman riset awal Januari 2018 lalu.
Survei SMRC menggunakan metodologi multistage random sampling, dengan margin of error 3,1 persen. Riset dilakukan pada 7-13 Desember 2017, dan total responden 1.220 orang.
Meski penerimaan publik tinggi, menurut Djayadi, realitas politik menutup kemungkinan Jokowi-Prabowo berpasangan di Pilpres 2019.
Kedua figur punya kelompok pendukung fanatik. Basis-basis suara ini akan menunjukan resistensi bila mereka bergabung.
Terlebih, bila menilik kerasnya persaingan kedua tokoh itu saat Pemilihan Presiden 2014. "Saya kita, realitas politik itu akan sangat sulit sekali dipertemukan," kata Djayadi kepada Liputan6.com, Selasa 13 Februari 2018.
Advertisement
Daftar di Kantong Jokowi
Jokowi sebenarnya sudah punya daftar 10 nama calon wakil Presiden Jokowi, yang dibocorkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuziy.
Ada tiga nama yang berasal dari kalangan politisi. Yang jelas, tak ada nama Prabowo di sana.
"Dari figur politikus ada Airlangga, Cak Imin (Muhaimin Iskandar) dan nama saya sendiri," kata Romahurmuziy di Kota Malang, Minggu 15 Juli 2018.
Sementara dari unsur ulama, kata Romi, muncul nama KH Ma'ruf Amin dan Din Syamsudin. Adapun dari figur teknokrat muncul nama Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti.
Kemudian dari figur akademisi muncul Mahfud MD, dari figur purnawirawan TNI muncul Moeldoko, dan dari figur pengusaha muncul nama Chairul Tanjung.
"Insyaallah cawapres Pak Jokowi tidak akan keluar dari 10 nama ini. Tentu ini sudah di-share kepada seluruh ketua-ketua umum partai yang saat ini sudah resmi mengusung Pak Jokowi," jelas Romi.
Daftar 10 nama kemudian diperas lagi oleh Jokowi. Di kantungnya, menurut mantan Wali Kota Solo itu, tinggal tersisa lima nama.
Dua di antaranya sudah diungkap Jokowi dalam kesempatan berbeda. Saat meninjau lokasi venue Asian Games di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (14/7/2018), Jokowi menyebut nama Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.
"Salah satu namanya Pak Muhaimin Iskandar. Ada nama di saku saya, ada 5 nama," kata Jokowi.
Beberapa hari kemudian, tepatnya di sela menghadiri acara Akademi Bela Negara Partai Nasdem, Jokowi membocorkan satu nama lagi.
"Oh, masuk, masuk (Airlangga Ketua Umum Golkar)," ungkap Jokowi.
Tiga sisanya masih tanda tanya. Yang pasti, Romy menjamin, nama-nama itu berasal dari 10 daftar awal.