Laode Syarif Tegaskan KPK Berwenang OTT di Lapas Sukamiskin

OTT di Lapas Sukamiskin itu, kata Wakil Ketua KPK tersebut, sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jul 2018, 17:32 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2018, 17:32 WIB
Cegah Illegal Logging, Dinas Kehutanan Papua Sambangi KPK
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif usai bertemu Dirkrimsus Polda Papua Kombes Edi Swasono, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Yan Jap Ormuseray dan Dirjen Penegakan Hukum KLHK Yazid Nurhuda di gedung KPK, Jakarta (6/6). (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief menegaskan pihaknya berwenang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. OTT di Lapas Sukamiskin itu, kata dia, sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

"Kami melihat Undang-Undang PAS dan Pasal 8 ayat 1 itu jelas dikatakan bahwa petugas pemasyarakatan sebagaimana dimaksud Pasal 7 merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan tugas pembinaan di bidang pengamanan," kata Laode saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Dia menjelaskan, dalam Pasal 7, disebutkan kepala lapas (kalapas) adalah pejabat penegak hukum. Sehingga KPK, bisa melakukan OTT terhadap Kepala Lapas Sukamiskin.

"Jadi karena dia adalah penegak hukum, maka berdasarkan itu KPK tentunya mempunyai kewenangan untuk melakukan itu," lanjut dia. 

OTT Sukamiskin

Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein sebagai tersangka suap. Selain Wahid, tiga orang lainnya turut ditetapkan sebagai tersangka.

"KPK meningkatkan status penangan perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7).

Keempat tersangka dibagi menjadi dua peran, yakni sebagai pihak pemberi dan penerima. "WH sebagai Kepala Lembaga Pemasyarakatan sejak Maret 2018. Dan HND sebagai staf WH," beber Saut.

Kemudian, dua tersangka lainnya berperan yakni sebagai pemberi. "Sedangkan, diduga sebagai pemberi yakni FD, narapidana kasus korupsi dan AR narapidana kasus pidana umum atau tahanan pendamping FD," ungkapnya.

Saut menjelaskan pasal yang disangkakan kepada empat tersangka, antara lain sebagai penerima, WH dan HND melanggar Pasal 12 Huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 b UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP juncto Pasal ayat 1 KUHP.

"Kemudian pihak pemberi yakni FD dan AR melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 ayat 1 KUHP."

 

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya