Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pengungsi korban gempa di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, mengalami diare. Penyebabnya diduga air sungai yang mereka minum.
Seorang pengungsi korban gempa Lombok di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, mengaku mulai merasakan penyakit diare sejak Senin, 13 Agustus 2018, dan belum sembuh sampai saat ini.
Meski demikian, belum ada petugas kesehatan yang datang memeriksa kondisi mereka di tempat pengungsian.
Advertisement
"Selain tidak ada petugas, obat-obatan juga sama sekali nggak ada di lokasi pengungsian," ujar Tono, seperti dilansir Antara, Rabu (15/8/2018).
Ia menuturkan, mulai merasakan penyakit diare setelah minum air dari sungai yang dimasak, karena tidak ada air bersih.
Menurut dia, bukan hanya dia yang mengalami diare, tapi juga warga lainnya yang kini tinggal di tenda-tenda pengungsian.
"Pipa air macet pascagempa kemarin, karena air sulit terpaksa kita dan para pengungsi lain masak pakai air sungai," ungkapnya.
Sebelum gempa terjadi, menurutnya, kebutuhan air baik untuk masak, mandi dan lain-lainnya, menggunakan air dari pamdes setempat.
Dengan keadaan ini, dia sangat berharap kepada pemerintah untuk memberikan obat-obatan bagi pengungsi seperti obat luka, pilek, dan diare.
"Yang kita butuhkan di sini obat-obatan seperti obat diare, maag, demam dan flu, sementara untuk logistik, InsyaAllah cukup buat warga," katanya.
Pelaksana tugas (PLt) Kepala Dinas Kesehatan NTB, Marjito, membenarkan jika saat ini para pengungsi yang mendiami lokasi-lokasi pengungsian sudah diserang penyakit.
Berbagai penyakit diderita pengungsi korban gempa Lombok, mulai dari penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, maag, stres ringan hingga diare. "Paling banyak keluhannya itu ISPA dan diare," ungkap Marjito, di Tanjung, Lombok Utara.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Penyebab Sakit
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pengungsi diserang penyakit, antara lain lingkungan yang tidak bersih, minimnya ketersediaan air bersih, dan tidak adanya fasilitas MCK yang memadai di lokasi pengungsian.
"Inilah mengapa saat ini banyak warga yang mulai mengidap penyakit dan ini menjadi pekerjaan rumah buat kita bersama untuk memecahkannya," ucapnya.
Marjito menyebutkan, saat ini total pengungsi di Kabupaten Lombok Utara mencapai 150 ribu orang. Terdiri dari orangtua, anak-anak, bayi dan balita serta para lansia. Dengan banyaknya pengungsi tersebut, pihaknya perlu melakukan antisipasi, agar yang sehat tidak pengaruh dan tidak terkena dampak penyakit.
Sementara untuk kebutuhan obat-obatan, dia mengatakan, sudah tercukupi. Hanya saja, persediaan obat-obatan untuk jenis tertentu belum tersedia.
Sedangkan, untuk posko kesehatan, pemerintah telah menyediakan sejumlah posko kesehatan dengan harapan pelayanan kesehatan bisa tetap normal.
"Untuk Lombok Utara saja ada 8 pos kesehatan yang kita dirikan. Tapi kita juga dapat bantuan rumah sakit terapung KRI Suharso. Termasuk rumah sakit rujukan seperti RSUP NTB, RSUD Kota Mataram, Bhayangkara, Risa, RS Jaka, RS Islam, RS Tripat Gerung, rumah sakit angkatan darat," jelas Marjito.
Dalam penanganan kesehatan pada masa tanggap darurat ini, Marjito mengatakan, pihaknya diperkuat 171 dokter spesialis, mulai bedah anak, bayi dalam kandungan, psikiater, dan ortopedi. Kemudian 228 dokter umum perawat 255, bidan 38, psikolog dan non medis 268 orang.
"Mereka ini kita sebar di 1.004 pos kesehatan di Lombok Utara, termasuk RSUP provinsi dan rumah sakit lapangan," tambahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement