5 Fakta di Balik Pemeriksaan Amien Rais Terkait Hoaks Ratna Sarumpaet

Politikus senior PAN Amien Rais diperiksa sebagai saksi terkait kasus kebohongan atau hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Okt 2018, 15:11 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2018, 15:11 WIB
Amien Rais
Politikus senior PAN, Amien Rais memberikan pernyataan sebelum memasuki ruang pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (10/10). Ini merupakan pemanggilan kedua Amien Rais dalam kasus hoaks Ratna Sarumpaet. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus senior PAN Amien Rais diperiksa sebagai saksi terkait kasus kebohongan atau hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. Di balik pemeriksaan itu, ada lima fakta yang terjadi sejak panggilan pertama Amien Rais hingga Rabu (10/10/2018). Berikut uraiannya.

1. Penuhi Panggilan Kedua Hari Ini

Setelah mangkir dari panggilan pertama, Amien Rais akhirnya memenuhi panggilan kedua pihak kepolisian. Politikus senior PAN ini akan diperiksa sebagai saksi dari kasus hoaks Ratna Sarumpaet. 

Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menjelaskan alasan ketidakhadiran Amien Rais saat dipanggil polisi adalah jadwal Amien Rais yang sangat padat.

"Memang pada saat itu jadwal Pak Amien Rais sudah sangat padat, tidak bisa ditinggalkan," kata Eddy di Jakarta, Senin (8/10/2018).

Menurut dia, panggilan polisi tersebut relatif agak mendadak sehingga Amien Rais tidak bisa datang. Namun, dia mengatakan bahwa pada panggilan berikutnya Amien Rais akan hadir.

"Seperti diketahui, pemanggilan kepolisian itu dijadwalkan pada Rabu (10/10/2018) yang akan datang. Karena itu, Pak Amien Rais sebagai WNI yang patuh pada hukum akan memenuhi panggilan tersebut, insyaallah," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2. Polisi Salah Tulis Nama

Amien Rais
Mantan Ketua Umum DPP Partai Nasional Amanat (PAN), Amien Rais memenuhi panggilan kedua Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (10/10). Amien Rais menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka ujaran kebohongan Ratna Sarumpaet. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Nama adalah doa. Ungkapan itu yang bisa jadi dipegang teguh oleh Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais. Pasalnya, selain karena sibuk, Amien juga mangkir dari pemanggilan pertama kepolisian terkait kasus kebohongan Ratna Sarumpaet akibat kesalahan polisi dalam pengejaan namanya.

"Harusnya Amien Rais, tapi tertulis Amin Rais," kata Jubir Prabowo-Sandiaga, Habiburokhman, saat konferensi pers di rumah pemenangan PAN, Jalan Daksa, Jakarta Selatan, Senin (8/10/2018).

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menyebut nama yang benar adalah Prof. Dr. Hj. Muhammad Amien Rais. Anggota Tim Advokasi BPN Koalisi Indonesia Adil Makmur Surya Imam Wahyudi juga menambahkan bahwa nama ini penting sebagai subjek hukum sehingga harus ditulis dengan tepat.

Pihak kepolisian ternyata kembali mengulangi kesalahan penulisan nama pada panggilan kedua. Surya meminta Polda untuk lebih memperhatikan urusan administrasi ini.

"Kedua salah lagi, jadi pada prinsipnya kami mohon polda perbaiki, jangan salah subjek hukumnya," ujarnya.

Amien sendiri mempertanyakan penulisan namanya yang tidak lengkap dalam surat pemanggilan dari pihak kepolisian.

"Padahal nama saya itu Muhammad Amien Rais. Jadi, saya mau tanya ke polisi kenapa tidak ditulis Muhammad," kata Amien, Rabu (10/10/2018).

3. Ancam Ungkap Kasus Korupsi di KPK

Amien Rais
Mantan Ketua Umum DPP Partai Nasional Amanat (PAN), Amien Rais menunjukkan lembaran koran nasional saat memberikan pernyataan sebelum memasuki ruang pemeriksaan di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Rabu (10/10). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Amien Rais menuturkan akan mengungkap kasus korupsi yang sudah lama mengendap di KPK. Hal ini disampaikan Amien saat hadir sebagai saksi dalam kasus dugaan penyebaran hoaks Ratna Sarumpaet.

"Saya akan datang di Polda, setelah itu saya akan membuat sebuah fakta yang insyaallah akan menarik perhatian," ujar Amien di Jalan Daksa, Jakarta Selatan, Senin (8/10/2018).

Akan tetapi, Amien belum mau membuka apa kasus yang dimaksud. Mantan Ketua MPR ini berjanji akan perlahan membuka kasus-kasus korupsi yang lama tak terdengar kabarnya.

"Yang ini hubungannya tentang penegakan hukum dan korupsi yang sudah mengendap lama di KPK akan saya buka pelan-pelan," pungkasnya.

Menanggapi ancaman Amien Rais, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Arsul Sani tak masalah dengan manuver mantan Ketua MPR itu, selama Amien tidak melakukan fitnah.

"Silakan saja disampaikan ke penegak hukum, kalau itu disampaikan ke masyarakat yang penting itu bukan fitnah, karena kalau itu fitnah atau sesuatu yang mentah, nanti tak bisa dibuktikkan," kata Arsul di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/10/2018).

 

4. Kerahkan Massa

Alumni 212 Kawal Pemeriksaan Amien Rais di Polda Metro Jaya
Massa yang tergabung dalam Persaudaraan Alumni (PA) 212 berorasi di depan Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (10/10). Aksi ini digelar untuk mengawal pemeriksaan terhadap Amien Rais. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Persaudaraan Alumni (PA) 212 mengawal pemeriksaan Amien Rais di Polda Metro Jaya yang berlangsung Rabu (10/10/2018). Dua mobil komando memimpin sejumlah kendaraan yang membawa rombongan massa aksi.

"Kami datang dalam rangka mengawal Bapak Reformasi Amien Rais. Alumni 212 dam keluarganya adalah orang-orang yang tertib," tutur orator dari atas mobil komando.

Petugas pun bersiaga di depan mobil komando. Mereka membuat barikade agar massa dapat membatasi jarak antara lokasi unjuk rasa dengan pintu gerbang masuk.

Orator meminta pemeriksaan Amien Rais dapat dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Pihaknya mengaku terkejut dengan pemanggilan pemeriksaan mantan Ketua MPR itu atas laporan anggota polisi terkait Undang-Undang ITE.

"Kami minta ini dilaksanakan sebaik-baiknya, seadil-adilnya, sejujur-jujurnya. Kita harapkan perlakuan yang sama terhadap para terlapor yang banyak tapi belum dipanggil-panggil," ujar si orator.

Di sisi lain, Setyo menganggap bahwa pengantaran Amien Rais dengan jumlah massa sebanyak itu sebenarnya bukanlah pengawalan, tapi dapat disebut sebagai unjuk rasa.

"Yang mengumpulkan massa itu juga harus melaporkan ke Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Itu artinya kan mereka melakukan unjuk rasa," dia menandaskan.

Pihak polisi sendiri telah mengerahkan ribuan personelnya untuk mengamankan ratusan massa yang kabarnya akan datang ke Mapolda Metro Jaya hari ini.

"Kita ada 3.284 personel ya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Rabu (10/10/2018).

5. Dianggap Berlebihan

Amien Rais
Mantan Ketua Umum DPP Partai Nasional Amanat (PAN), Amien Rais memenuhi panggilan kedua Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (10/10). Amien Rais menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka ujaran kebohongan Ratna Sarumpaet. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menganggap pihak kepolisian berlebihan dalam menangani kasus hoaks aktivis Ratna Sarumpaet. Ia menyebut pemanggilan Amien Rais adalah aksi yang berlebihan.

"Polisi juga jangan berlebihan di dalam menanggapi ini. Belum apa-apa sudah saya denger beritanya mau memanggil Amien Rais mau apa? Mau mempermalukan Amien Rais?" kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/10/2018).

Menurutnya, Amien Rais sebagai tokoh bangsa tidak layak untuk diperlakukan seperti itu.

"Pak Amien Rais saya kira adalah tokoh bangsa, jangan begitulah. Laporan saya aja dulu diberesin dan juga laporan-laporan yang lain," ungkapnya.

Berbeda pandangan dengan Fadli, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Abdul Kadir Karding turut angkat suara terkait persoalan ini. Dia menyatakan bahwa sebagai terperiksa belum tentu Amien bersalah. Oleh sebab itu, Amien disarankan tak perlu berlebihan dalam menghadapi pemeriksaan tersebut.

"Jadi menurut saya biasa saja Pak Amien, tidak perlu khawatir kalau memang tidak salah dan tidak perlu berlebihan kalau memang tidak salah," kata Karding lewat pesan singkat, Selasa (9/10/2018).

Dengan membawa banyak massa, Amien Rais malah dinilainya memberi kesan bersalah. Karding pun meminta Amien menjadi diri sendiri, yang biasa terlihat tanpa beban dan berani.

"Jadi menghadirkan banyak orang itu akan menimbulkan kesan ke publik bahwa seakan-akan ini bersalah, jadi biasa saja," imbuhnya.

 

Reporter: Melissa Octavianti

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya